KETIK, SURABAYA – DPRD Surabaya mendesak Pemerintah Kota Surabaya untuk mengusut tuntas soal terbongkarnya kasus prostitusi anak di bawah umur oleh Polrestabes Surabaya.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Muklas Ni’am, menyebut kasus tersebut tamparan keras bagi masyarakat Kota Pahlawan.
“Ini adalah kegagalan kita sebagai masyarakat dan negara dalam melindungi anak. Anak di bawah umur tidak seharusnya diperlakukan sebagai komoditas,” ujar Ghoni di Surabaya, Rabu 6 Agustus 2025.
Politisi PDI Perjuangan ini menilai kasus ini sebagai tamparan keras bagi sistem perlindungan anak di kota. Dia menyebut Pemkot harus segera bertindak memperkuat pengawasan sosial dan perlindungan remaja dari risiko eksploitasi.
“Ini menunjukan lemahnya deteksi dini di lingkungan dan keluarga. Harus ada langkah preventif yang terstruktur,” ujar mantan aktivis PMII ini.
Ghoni juga mendorong Pemkot melalui Dinas Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sertaPengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) untuk meningkatkan peran aktif dalam pengawasan sosial berbasis komunitas.
Menurutnya, pemetaan wilayah rentan dan edukasi seksual sejak dini harus segera diperluas.
“Kami di Komisi D mendesak adanya pembaruan strategi perlindungan anak. Surabaya tidak boleh lalai lagi dalam membaca tanda-tanda kerentanan seperti ini,” katanya.
Ghoni juga mengungkap minimnya program rehabilitasi sosial dan psikologis bagi korban eksploitasi seksual. Oleh karena itu, dia meminta agar Pemkot tidak hanya fokus pada aspek hukum, tetapi juga pemulihan martabat anak sebagai prioritas.
“Korban butuh perlindungan total, bukan hanya setelah kejadian tapi juga dalam proses pemulihan. Pemkot harus hadir penuh,” imbuhnya.
Kasus ini diungkap Unit PPA Polrestabes Surabaya setelah penyelidikan terhadap praktik prostitusi online yang melibatkan remaja. Polisi menemukan bukti bahwa pelaku yang juga masih remaja menjual pacarnya melalui aplikasi pesan instan kepada pria hidung belang.
Ghoni menegaskan bahwa peran pemerintah kota dalam perlindungan anak harus diperkuat tidak hanya secara administratif, tapi juga secara kultural dan edukatif. Ghoni menyebut kasus ini harus menjadi momentum pembenahan sistem.
“Kita sedang darurat moral. Tidak ada alasan menunda pembenahan total perlindungan anak di Surabaya,” pungkasnya.(*)