KETIK, ACEH BARAT DAYA – Plok. Plok. Plok. Derap langkah kaki menghentak bumi. Tak sekadar suara, tapi dentuman semangat yang menggema hingga menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.
Langit Blangpidie Selasa pagi, 1 Juli 2025 begitu cerah, namun ada yang lebih membakar dari sinar mentari, yaitu semangat kebersamaan yang mewarnai peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Aceh Barat Daya (Abdya).
Ketika pasukan defile bergerak dengan langkah serempak, suasana berubah drastis. Tua-muda, pria-wanita, bahkan anak-anak pun terdiam terpaku. Mata mereka terpukau pada barisan gagah yang seakan membelah keheningan.
Dari kejauhan, muncul deretan kendaraan taktis Barakuda, berkilau di bawah sinar pagi. Barisan ini bukan pamer kekuatan atau menggempur pertahanan lawan, melainkan simbol pengabdian.
Parade Defile Pasukan diperagakan usai Upacara Hari Bhayangkara ke-79 di Mapolres Abdya, Blangpidie, Selasa, 1 Juli 2025. (Foto: T. Rahmat/Ketik)
Pasukan elit Polres Abdya ini tampil penuh wibawa. Mereka bukan pasukan perang, tapi sahabat masyarakat. Hadir untuk memberikan rasa aman, dan hari itu, mereka juga hadir untuk menyapa rakyatnya dalam balutan hormat.
“Hari Bhayangkara ini bukan hanya milik Polri. Ini milik kita semua, masyarakat Abdya yang setiap hari menjadi bagian dari tugas dan pengabdian kami,” ujar Kapolres Abdya, AKBP Agus Sulistianto, dalam sambutannya yang penuh makna.
Upacara tak hanya menjadi seremoni. Ia menjadi ruang pertemuan harapan, penghargaan, dan penghormatan. Di tengah barisan, tampak pula wajah-wajah muda dari pelajar dan mahasiswa yang mengikuti prosesi dengan penuh semangat. Mereka menyimak, belajar, dan mungkin bermimpi suatu hari kelak menjadi bagian dari barisan itu.
Para PJU Polres Abdya melakukan gerakan hormat kanan dalam upacara Hari Bhayangkara di Mapolres Abdya, Selasa, 1 Juli 2025. (Foto: T. Rahmat/Ketik)
Warna-warni peringatan Hari Bhayangkara tahun ini juga menandai betapa erat hubungan antara kepolisian dan masyarakat di Abdya. Defile, Barakuda, dan ketegasan pasukan menjadi simbol ketangguhan. Tapi di balik itu, yang paling terasa adalah kedekatan. Kehadiran polisi tak lagi dipandang menakutkan, melainkan mengayomi dan membanggakan.
Tentu, ini bukan hanya soal barisan gagah atau kendaraan lapis baja. Ini adalah tentang rasa. Tentang keberanian yang tumbuh dari cinta tanah air. Tentang pengabdian yang tak kenal lelah.
Dan ketika langkah tegap itu berhenti, tepuk tangan pun membahana. Seolah semua yang hadir ingin berkata: "Terima kasih, Bhayangkara. Kami bangga padamu." (*)