Dana Pangan Desa Pasca COVID-19: Jalan Panjang Menuju Kedaulatan Pangan Halmahera Selatan

5 Agustus 2025 11:05 5 Agt 2025 11:05

Thumbnail Dana Pangan Desa Pasca COVID-19: Jalan Panjang Menuju Kedaulatan Pangan Halmahera Selatan
Ilustrasi Petani Desa dan Dana pangan (Grafis: Mursal/Ketik)

KETIK, HALMAHERA SELATAN – Pandemi COVID-19 yang menghantam dunia sejak awal 2020 telah membuka tabir rapuhnya sistem ketahanan pangan global, termasuk di Indonesia. Ketika distribusi bahan pokok terganggu, harga naik, dan suplai pangan tersendat, desa-desa menjadi garis depan sekaligus titik rapuh dalam krisis tersebut. 

Seiring dengan itu, pemerintah pusat mengarahkan Dana Desa untuk lebih fokus pada penguatan ketahanan pangan lokal.

Dari sinilah muncul alokasi khusus dana ketahanan pangan desa, dengan minimal 20% dari total Dana Desa yang harus dialokasikan untuk mendukung produksi, distribusi, dan pengelolaan pangan lokal. Tetapi, pasca pandemi, apakah tujuan mulia ini benar-benar terwujud, khususnya di wilayah-wilayah seperti Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang memiliki potensi pertanian dan perikanan yang melimpah namun belum optimal?

Pandemi telah menjadi pelajaran pahit, ketergantungan pada pasokan pangan dari luar wilayah menjadi risiko yang tinggi. Desa-desa yang mampu menanam, memanen, dan mengolah hasil bumi sendiri, terbukti lebih tahan terhadap krisis. Oleh karena itu, konsep “desa mandiri pangan” tidak lagi menjadi jargon, melainkan kebutuhan mendesak.

Namun di Halmahera Selatan, pertanyaan besar muncul, sudah sejauh mana pelaksanaan program ketahanan pangan yang didanai Dana Desa berjalan pasca pandemi? Apakah desa-desa telah menjadi lebih mandiri dalam urusan pangan, atau masih menggantungkan hidup pada pasokan dari luar daerah?

Kenyataannya, belum banyak desa yang mampu menunjukkan transformasi berarti dalam sektor pangan. Sebagian besar kegiatan ketahanan pangan masih bersifat simbolis, pembangunan kebun kecil tanpa keberlanjutan, bantuan bibit yang tidak dirawat, atau pelatihan tanpa tindak lanjut. Dana yang seharusnya mendongkrak produksi pangan lokal justru tenggelam dalam laporan-laporan formal yang minim dampak nyata.

Halmahera Selatan memiliki lebih dari 249 desa yang menerima Dana Desa setiap tahun. Bila setiap desa mengalokasikan minimal 20% untuk pangan, maka secara kasar terdapat puluhan miliar rupiah yang semestinya digunakan untuk menopang kemandirian pangan lokal.

Namun ironisnya, hingga pertengahan 2025 ini, belum tersedia laporan komprehensif yang menjelaskan berapa desa yang benar-benar telah mencairkan dan melaksanakan kegiatan dana pangan?

Apa saja bentuk kegiatan yang dilaksanakan?Bagaimana masyarakat merasakan dampaknya secara langsung? Apakah ada inovasi yang lahir dari krisis COVID-19 yang lalu?

Dari hasil penelusuran sementara dan wawancara dengan beberapa tokoh desa di Halmahera Selatan, ditemukan bahwa sebagian besar warga tidak mengetahui keberadaan dana khusus ketahanan pangan ini. Bahkan di beberapa desa, Kepala Desa sendiri tidak secara spesifik memisahkan penganggaran pangan dari program lain. 

Hal ini menunjukkan lemahnya sosialisasi dan minimnya partisipasi warga dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran.

Kondisi ini menandakan adanya gap antara regulasi dan realisasi. Pemerintah pusat melalui Kemendes telah menetapkan arah dan tujuan yang jelas. Tapi implementasinya sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah Kabupaten, pendamping desa, dan perangkat desa itu sendiri.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halmahera Selatan maupun Inspektorat Daerah soal evaluasi khusus dana ketahanan pangan pasca-COVID-19. Sementara di lapangan, masyarakat masih meraba-raba ke mana arah kebijakan pangan desa ini akan berujung.

Konfirmasi dari pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan. Sebab program yang menyangkut hajat hidup masyarakat desa tidak boleh dijalankan secara sembunyi-sembunyi atau sekadar menggugurkan kewajiban administratif.

Tidak bisa dipungkiri, alokasi dana pangan desa adalah kebijakan visioner. Namun ia akan kehilangan makna bila tidak dijalankan dengan integritas, transparansi, dan akuntabilitas sosial.

COVID-19 telah mengajarkan bahwa ketahanan pangan bukan hal mewah, melainkan fondasi utama keselamatan bangsa. Di desa, ini berarti: warga bisa menanam sendiri, panen tanpa bergantung pada pihak luar, mengolah hasil bumi sendiri, dan menjual kembali ke pasar lokal atau regional.

Jika dana pangan desa benar-benar dimaksimalkan, Halmahera Selatan dengan tanah subur dan laut kaya bisa menjadi contoh nasional. Tapi bila program ini hanya menjadi proyek asal jadi, maka kita akan kembali pada titik awal, krisis yang tidak siap, dan masyarakat desa yang terus hidup dalam ketergantungan.

Tombol Google News

Tags:

Halmahera Selatan Dana pangan Desa Membangun Desa