KETIK, JAKARTA – Memperingati 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Cendikia Muda Nusantara (CMN) menegaskan bahwa arah pembangunan hukum nasional harus diletakkan berlandaskan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto–Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Bagi CMN, Asta Cita bukan sekadar delapan misi pembangunan, melainkan kerangka konstitusional yang menegaskan hukum sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045.
Ketua Bidang Hukum dan Kebijakan Publik CMN, Bayu Yusya, menyampaikan bahwa dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI, 15 Agustus 2025, Presiden menekankan kembali UUD 1945 sebagai rancang bangun nyata bangsa. Presiden menyoroti bahaya kebocoran kekayaan negara, praktik korupsi yang menggerogoti birokrasi, serta menegaskan kembali Pasal 33 UUD 1945 sebagai benteng pertahanan ekonomi.
“Penekanan tersebut selaras dengan Asta Cita yang menggariskan pentingnya reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta penguatan agenda pemberantasan korupsi demi memastikan kedaulatan ekonomi nasional,” jelas Bayu melalui keterangan tertulisnya, Minggu, 17 Agustus 2025.
Bayu Yusya menjelaskan, pembangunan hukum berlandaskan Asta Cita menuntut agar hukum tidak berhenti pada teks normatif, melainkan berfungsi sebagai instrumen yang menjamin kedaulatan, menegakkan keadilan, dan memastikan hasil pembangunan dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat.
“Dalam kerangka ini, hukum hadir untuk mengawal agar cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak benar-benar dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa,” jelasnya.
Bayu Yusya menilai, saat Presiden menegaskan pentingnya pemberantasan korupsi dan penyelamatan kekayaan negara untuk kepentingan rakyat, sesungguhnya yang dikedepankan adalah makna substantif dari pembangunan hukum berbasis Asta Cita.
“Hukum bukan hanya alat tertib administrasi, melainkan sarana untuk menutup ruang penyelewengan, melindungi sumber daya nasional, dan mengawal arah kebijakan agar berpihak pada kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
Bayu Yusya menegaskan, delapan puluh tahun kemerdekaan adalah momentum untuk memastikan hukum tidak lagi bersifat kaku atau elitis, tetapi adaptif terhadap dinamika zaman tanpa kehilangan pijakan pada nilai dasar kebangsaan.
“Hukum harus menjadi perekat yang menjaga arah bangsa menuju kedaulatan dan keadilan. Inilah saatnya menegaskan kembali bahwa pembangunan hukum berlandaskan Asta Cita adalah jalan menuju Indonesia berdaulat, adil, dan makmur,” pungkas Bayu Yusya. (*)