KETIK, ACEH BARAT DAYA – Malam di Pendopo Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Selasa, 7 Oktober 2025, terasa berbeda dari biasanya. Udara Blangpidie yang lembut berpadu dengan suasana penuh keakraban, ketika cahaya temaram lampu pendopo menyinari wajah-wajah penuh harapan.
Di sana, Bupati Abdya, Dr. Safaruddin menyambut hangat para pengurus Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Abdya yang datang berkunjung. Tujuanya, untuk membawa secercah harapan para penambang rakyat.
Pertemuan itu bukan sekadar ajang silaturahmi. Ia menjadi titik awal penting untuk membicarakan masa depan tambang rakyat di Bumi Breuh Sigupai, masa depan yang ingin lebih adil, legal, dan berkelanjutan.
Ketua APRI Abdya, Syahril, didampingi Sekretaris Irmansyah Marzuki, Bendahara Idris Adami dan sejumlah pengurus lainnya datang membawa harapan besar. Di hadapan Bupati, Syahril memaparkan rencana pihaknya untuk mengusulkan 47 titik di 47 desa sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Kami ingin masyarakat bisa menikmati hasil bumi di tanah sendiri, secara legal dan berkelanjutan. Dengan WPR, penambang kecil bisa bekerja dengan tenang tanpa harus khawatir dianggap melanggar hukum,” ujar Syahril, dengan nada penuh semangat.
Bupati Safaruddin mendengarkan dengan seksama. Sesekali ia mengangguk, matanya menunjukkan ketertarikan sekaligus kehati-hatian. Saat berbicara, suaranya tegas namun bersahabat.
“Saya menyambut baik niat ini. Tapi ingat, tambang rakyat harus berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan kerusakan,” ujarnya, menekankan pesan yang menjadi ruh dari seluruh pembicaraan malam itu.
Safaruddin menegaskan, pemerintah daerah siap menggandeng APRI Abdya sebagai mitra dalam proses pengusulan WPR kepada Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM. Namun ada satu syarat utama: semua aktivitas tambang rakyat harus menjaga lingkungan dan tertib administrasi.
“Kalau kita mau legal, kita juga harus siap mengikuti aturan. Jangan sampai WPR dijadikan alasan untuk merusak alam atau menimbulkan konflik baru,” katanya mengingatkan.
Tak hanya itu, Bupati juga menaruh perhatian besar pada keselamatan kerja. Ia meminta agar setiap penambang rakyat dilengkapi alat pelindung diri (K3) agar terhindar dari risiko kecelakaan di lapangan.
“Keselamatan pekerja itu harga mati. Mereka bukan hanya penambang, tapi tulang punggung keluarga,” tambahnya.
Suasana pertemuan pun berubah menjadi dialog terbuka dan hangat. Para penambang bebas menyampaikan aspirasinya, sementara Bupati dengan sabar mendengar satu per satu. Tak tampak jarak antara pemimpin dan rakyat malam itu, hanya ada tekad bersama untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Pertemuan di pendopo itu akhirnya ditutup dengan kesepakatan, yaitu pemerintah dan APRI Abdya akan membentuk tim kecil untuk memetakan potensi tambang rakyat secara teknis dan administratif, sebelum diajukan resmi sebagai WPR.
“Ini langkah awal menuju tambang rakyat yang diharapkan benar-benar untuk rakyat,” ujar Bupati Safaruddin sambil tersenyum.
Syahril pun menimpali dengan nada optimistis, “Kami siap bekerja sama. Yang penting masyarakat kecil punya ruang untuk hidup dan bekerja secara layak,” imbuh Syahril dengan penuh harap.
Di bawah langit malam Blangpidie yang tenang, tekad kedua belah pihak seolah berpadu. Malam itu mengajarkan bahwa pembangunan sejati bukan sekadar tentang investasi besar, tetapi tentang menghadirkan keadilan dan harapan bagi mereka yang menggantungkan hidup dari tanah tempat mereka berpijak. (*)