KETIK, LABUHA – Kantor-kantor pemerintahan di daerah setiap hari dipenuhi masyarakat yang datang dengan berbagai keperluan. Mulai dari mengurus administrasi kependudukan, perizinan usaha, layanan kesehatan, pendidikan, hingga pengaduan sosial. Semua itu berujung pada satu pintu, yakni pelayanan Aparatur Sipil Negara (ASN).
ASN, yang kerap disebut sebagai wajah negara di hadapan rakyat, kini dituntut tidak hanya cekatan secara teknis, tetapi juga matang secara mental, ilmiah, etis, dan spiritual.
Persiapan ASN Sebelum Bertugas
Dalam berbagai literatur tentang birokrasi, kesiapan ASN tidak cukup hanya soal aturan. Prof. Dr. Eko Prasojo dalam bukunya Etika Birokrasi Indonesia menekankan: “Etika atau nilai‐nilai moral harus dijunjung tinggi atau ditegakkan oleh semua pihak, sehingga harus menjadi landasan bagi setiap orang dalam berperilaku di birokrasi.” (Eko Prasojo, 2020)
Persiapan ASN harus meliputi pemahaman regulasi, kemampuan mengoperasikan teknologi layanan digital, keterampilan komunikasi yang mudah dipahami masyarakat, hingga pengendalian emosi saat menghadapi situasi menekan.
Menurut Agung Kurniawan dalam Transformasi Pelayanan Publik (2005:6): “Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.”
Definisi ini menegaskan bahwa pelayanan publik adalah kewajiban profesional sekaligus moral.
Realita di Lapangan: Birokrasi dan Keluhan Masyarakat
Dalam praktiknya, ASN di daerah sering menghadapi tantangan yang tidak ringan. Prosedur panjang, antrian yang menumpuk, keterbatasan jumlah pegawai, hingga keluhan masyarakat yang datang dengan nada tinggi menjadi keseharian.
Georgius Benny, penulis artikel Pelayanan Publik dan Good Governance di Kumparan (2020), menulis: “Kualitas pelayanan publik berkaitan langsung dengan penerapan good governance. Pelayanan publik adalah wajah pemerintah di mata masyarakat.”
Hal ini terbukti di lapangan: masyarakat kerap mengukur kualitas negara hanya dari bagaimana mereka diperlakukan di loket pelayanan.
Strategi Jitu Hadapi Masalah Kantor
Bagaimana ASN seharusnya menghadapi berbagai tekanan tersebut? Jawabannya ada pada kombinasi strategi ilmiah dan pendekatan emosional.
Buku saku Integritas terbitan Sekretariat Jenderal DPR RI (2022) menegaskan: “Pedoman ASN adalah menerapkan pola pikir, sikap, dan perilaku yang sama antara perbuatan dan perkataan."
Konsistensi ini menjadi senjata utama melawan krisis kepercayaan publik.
Di sisi lain, Moenir dalam Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia (2008) menyebut empat syarat pokok pelayanan publik:
1. Perilaku yang sopan dan ramah.
2. Cara penyampaian yang benar dan jelas.
3. Waktu pelayanan yang tepat.
4. Keramahan serta kesungguhan dalam membantu.
Jika empat hal ini dipenuhi, konflik dapat diminimalisir.
Dimensi Agama: Pelayanan Sebagai Ibadah
Pendekatan agama memberikan dimensi yang lebih mendalam. ASN tidak hanya bekerja demi target administrasi, melainkan menganggap pelayanan sebagai ibadah.
Prof. Dwiyanto Agus dalam Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia (2011) mengingatkan: “Tanpa integritas moral, birokrasi hanya akan menjadi mesin administratif tanpa jiwa pelayanan. Padahal, birokrasi harus memandang pekerjaannya sebagai amanah.”
Nilai-nilai agama seperti ikhlas, sabar, jujur, dan adil menjadi pelengkap yang menguatkan profesionalitas ASN.
Pelayanan Ramah: Kunci Kepercayaan Publik
Masyarakat datang ke kantor pemerintah tidak mencari kemewahan. Mereka hanya berharap dilayani cepat, ramah, dan adil.
ASN yang baik akan menyambut dengan senyum, salam, dan sapa. Mereka mendengarkan keluhan tanpa menyela, menjelaskan alur pelayanan dengan bahasa sederhana, serta menghormati waktu masyarakat.
Dalam banyak studi, kepuasan masyarakat lebih banyak ditentukan oleh sikap pegawai daripada kelengkapan fasilitas. Ruang tunggu yang nyaman, informasi yang jelas, serta keterbukaan tentang waktu pelayanan, semua itu memperkuat rasa percaya masyarakat kepada pemerintah.
Harapan ke Depan
Dengan tantangan birokrasi yang semakin kompleks, para pakar menilai ASN di daerah harus terus melakukan evaluasi berkala, memanfaatkan teknologi, dan menguatkan nilai etika serta agama.
Agus Dwiyanto, dalam analisisnya di UGM, menekankan bahwa pelayanan publik yang baik adalah dasar dari demokrasi yang sehat. “Pelayanan publik yang adil dan cepat adalah ukuran nyata negara hadir di tengah rakyat,” tulis Agus.
Masyarakat kini menanti hadirnya ASN yang mampu menjadi pelayan dengan kesiapan mental, ilmiah, etis, dan spiritual, ASN bisa menjadi jembatan kepercayaan antara pemerintah dan rakyat.