KETIK, BLITAR – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Blitar bersama Pemerintah Kota Blitar menggelar audiensi penyampaian angka kemiskinan tahun 2025. Agenda tersebut berlangsung di Ruang Kerja Wali Kota Blitar pada Senin 15 September 2025 dan dipimpin langsung oleh Wali Kota Blitar, H. Syauqul Muhibbin, S.H.I., bersama Kepala BPS Kota Blitar, Hanung Pramusito.
Dalam paparannya, Hanung menjelaskan bahwa angka kemiskinan di Kota Blitar pada 2025 tercatat sebesar 6,60 persen atau sekitar 9,86 ribu jiwa. Angka ini turun 0,15 persen dibandingkan tahun 2024 yang berada di angka 6,75 persen.
“Kemiskinan tahun ini mengalami penurunan sekitar 0,15 persen dibandingkan dengan tahun 2024,” terang Hanung.
Ia menambahkan, capaian tersebut menempatkan Kota Blitar di peringkat 9 dari 10 kota di Jawa Timur. Meski belum signifikan, tren positif ini turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah yang naik sebesar 0,04 persen.
“Kami berharap tren positif ini dapat terus berlanjut sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan memastikan masyarakat dapat hidup layak,” imbuhnya.
Sementara itu, Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, menyambut baik laporan yang disampaikan BPS. Menurutnya, penurunan angka kemiskinan tidak terlepas dari berbagai program stimulan yang dijalankan pemerintah daerah, mulai dari bantuan sembako, penyediaan lapangan kerja, hingga pelatihan keterampilan bagi pencari kerja.
“Saya patut berbangga hati, karena tahun ini angka kemiskinan sedikitnya dapat turun walaupun hanya 0,15 persen dibandingkan tahun 2024,” ungkap Mas Ibbin.
Ia menegaskan, Pemerintah Kota Blitar akan terus berkomitmen melaksanakan berbagai program pengentasan kemiskinan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Kami tidak akan berhenti sampai di sini. Pemkot Blitar akan terus memperluas program pengentasan kemiskinan agar masyarakat bisa hidup lebih layak, sejahtera, dan mandiri,” tegasnya.
Dengan pencapaian ini, Pemkot Blitar optimistis bahwa target pengurangan angka kemiskinan akan terus berlanjut seiring dengan penguatan program pro-rakyat dan pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif. (*)
