KETIK, LABUHAN BATU SELATAN – Pimpinan Cabang BRI Branch Office (BO) Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Triyono Priyosaputro didampingi Manager Bisnis Mikro, Parulian Siagian menerima orasi dari Gerakan Aksi Mahasiswa Sumatera Utara (GAMS) Indonesia, kemarin.
Dalam pertemuan pada Kamis, 4 Desember 2025 tersebut, BRI BO Kotapinang menjelaskan prosedur pengembalian agunan (jaminan) bagi nasabah KUR di bawah Rp. 100 juta akan dilakukan sesuai regulasi.
Menurut Triyono Priyosaputro, Jumat, 5 Desember 2025, BRI BO Kotapinang telah mengikuti aturan terbaru terkait pelaksanaan KUR dna menjelaskan hal itu kepada perwakilan pengunjuk rasa dari GAMS Indonesia.
"Kami telah menjalankan aturan tersebut, dan seluruh agunan nasabah KUR akan kami kembalikan serta akan menyampaikan pemberitahuan resmi kepada seluruh nasabah KUR melalui surat di seluruh unit BRI yang ada di bawah naungan BRI BO Kotapinang di Labuhanbatu Selatan," jelas Triyono.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa BRI BO Kotapinang siap memberikan edukasi dan membuka akses informasi kepada publik sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, GAMS Indonesia menggelar aksi unjuk rasa transparansi di halaman BRI BO Kotapinang mengenai penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Dalam orasinya, koordinator aksi Aroma Syahputra Hasibuan menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pihak BRI BO Kotapinang.
Salah satu poin utama adalah permintaan klarifikasi terbuka mengenai jumlah dana KUR yang tersedia dan yang telah disalurkan kepada masyarakat Labuhanbatu Selatan.
Aroma juga mempertanyakan alasan pihak BRI BO Kotapinang yang dinilai tidak memberikan edukasi atau informasi terbuka kepada publik, khususnya terkait pengembalian agunan bagi nasabah KUR di bawah Rp 100 juta, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, yang menegaskan bahwa pinjaman KUR di bawah batas tersebut tidak lagi mensyaratkan agunan tambahan.
GAMS Indonesia menduga adanya penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran. Mereka menilai sejumlah penerima KUR sebenarnya sudah tidak memenuhi syarat sebagai pelaku usaha mikro, salah satunya karena telah memiliki lahan perkebunan sawit produktif seluas 25–30 hektare, sehingga dianggap lebih layak mengakses kredit umum, bukan KUR.(*)
