Sepakat Menkeu Purbaya, Anggota Komisi XI DPR Tolak Utang Whoosh Dibebankan ke APBN

16 Oktober 2025 11:06 16 Okt 2025 11:06

Thumbnail Sepakat Menkeu Purbaya, Anggota Komisi XI DPR Tolak Utang Whoosh Dibebankan ke APBN
Kereta Cepat Whoosh Jakarta Bandung. (Foto: Instagram @keretacepat_id)

KETIK, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyuarakan penolakannya terhadap rencana pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sikap ini sejalan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya yang sebelumnya telah tegas menolak penggunaan APBN untuk menutup utang proyek tersebut.

Menurut Anis, pembebanan utang KCJB ke APBN adalah langkah yang tidak tepat dan berpotensi memperberat kondisi keuangan negara.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung, kondisi itu justru memperberat kondisi keuangan negara yang sudah dalam keadaan terbatas,” papar Anis, mengutip laman resmi DPR RI, Kamis, 16 Oktober 2025.

Politisi dari Fraksi PKS ini menyoroti permasalahan proyek Whoosh yang sudah muncul sejak perencanaan awal. Ia menyebut, proyek tersebut bahkan tidak tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030.

“Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub (Ignasius Jonan) saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar,” tambahnya.

Kondisi finansial perusahaan juga menjadi perhatian. Berdasarkan informasi yang beredar, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), entitas anak usaha KAI dan pemegang saham mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), mencatatkan kerugian signifikan. Tercatat ada kerugian hingga Rp4,195 triliun pada 2024. Kerugian terus berlanjut di tahun 2025 pada semester I-2025 juga merugi sebesar Rp1,625 triliun.

Ia menilai tingginya biaya investasi KCJB tidak sebanding dengan tingkat okupansi. “Kereta Cepat menurut data BPS hanya ramai saat-saat liburan saja, padahal biaya investasi sangat tinggi, lalu harus menanggung operasional yang tidak kecil,” ungkapnya.

Anis menekankan, kasus KCJB harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar setiap kebijakan yang melibatkan kepentingan publik ditimbang secara mendalam manfaat dan risikonya.

Doktor ekonomi lulusan Universitas Airlangga ini juga menyinggung beban yang ditanggung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat.

“Perusahaan BUMN yang awalnya sudah sehat ini terbebani membayar utang Rp2 triliun per tahun untuk proyek kereta cepat yang notabene merupakan penugasan presiden terdahulu, padahal para pembantunya sudah memperingatkan dahulu,” ujarnya.

Oleh karena itu, Anis menekankan pentingnya penggunaan APBN hanya untuk hal-hal yang esensial. Ia juga mengacu pada aturan baru mengenai pengelolaan dividen BUMN.

“Terutama dengan aturan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dimana dividen BUMN itu disetorkan kepada Danantara dan tidak masuk APBN, maka Danantara harus kelola dan mencarikan solusi yang tidak membebani APBN lagi,” pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Kereta Cepat Whoosh kereta cepat Whoosh DPR Anis Byarwati Menkeu Purbaya