KETIK, BREBES – Program “Brebes Siap Kerja” yang digulirkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes dinilai tidak efektif oleh kalangan buruh. Pasalnya, meski program tersebut menyasar laki-laki usia 18–35 tahun dengan pelatihan teknis, sertifikasi BNSP, dan fasilitasi magang industri, perusahaan tetap mengutamakan buruh perempuan sebagai tenaga kerja utama.
Ketua PC Serikat SPSI Kabupaten Brebes sekaligus Ketua Aliansi Serikat Pekerja, Beni Aryo, menegaskan bahwa program tersebut sudah lama dikelola oleh pejabat terkait namun tidak membawa perubahan berarti.
“Program ini tidak efektif karena perusahaan padat karya tetap mengutamakan perempuan sebagai pekerja utama. Yang paling efektif sebenarnya jika diatur dalam Perda. Kalau sudah perda, mau tidak mau perusahaan harus patuh,” tegas Beni kepada media, Jumat (17/9/2025).
Beni menyebut salah satu tuntutan buruh saat aksi unjuk rasa adalah penerapan Perda Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perlindungan Buruh. Namun hingga kini aturan tersebut belum direalisasikan. Ia juga menilai dukungan pemerintah daerah terhadap kaum buruh masih minim.
“Seharusnya pemerintah lebih siap menyambut peralihan dari pertanian ke industri. Siapkan segala sesuatunya, ajak kami berdiskusi. Bagaimanapun kami asli wong Brebes juga ingin daerah ini maju, lepas dari bayangan kemiskinan, pengangguran, stunting, dan rendahnya SDM,” ujarnya.
Beni mengaku belum memiliki data jumlah buruh laki-laki di pabrik, namun menilai kondisi di lapangan sudah menunjukkan dominasi perempuan. “Cek saja saat jam berangkat dan pulang, akan terlihat jelas,” tambahnya.
Sementara itu, aktivis ketenagakerjaan Brebes, Dedy Agustian, turut mengkritisi Perda Nomor 8 Tahun 2024. Menurutnya, perda tersebut hanya bagus di atas kertas namun belum realistis untuk dijalankan.
“Aturan ini dikhawatirkan justru menambah beban pelaku usaha kecil dan pekerja informal. Regulasi bagus di atas kertas, tapi kalau tidak ditopang sistem, anggaran, dan pendampingan, hanya jadi dokumen mati di laci birokrasi,” ungkap Dedy, Sabtu (20/9/2025).
Perda tersebut memuat sejumlah ketentuan, di antaranya kewajiban penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja Mikro (PTK Mikro), pembuatan peraturan perusahaan bagi pengusaha dengan minimal 10 pekerja, serta kewajiban mendaftarkan tenaga kerja ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Namun, menurut Dedy, banyak pelaku UMKM belum siap memenuhi ketentuan itu karena keterbatasan SDM dan pemahaman regulasi. Ia menyarankan agar Pemkab Brebes menyediakan pendamping lapangan, format PTK Mikro yang sederhana, serta pelatihan gratis secara berkala.
Beni menegaskan buruh tetap membuka ruang audiensi dengan pemerintah. Namun, jika tidak ada titik temu, demonstrasi akan menjadi opsi terakhir.(*)