KETIK, BANDUNG – Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
"Batasan usia ini dianggap sudah siap, baik dipandang dari sisi kesehatan, kesiapan fisik, maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga," kata Ketua TP PKK Kabupaten Bandung Emma Dety Permanawati, saat menjadi nara sumber Workshop PUP bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK), di Desa Sukamanah Kecamatan Pangalengan, Rabu 25 Juni 2025.
Dalam Workshop PUP yang digelar Dinas Pengedalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Disdalduk PPA) Kabupaten Bandung ini, Emma Dety menyatakan PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa.
"Apabila seseorang gagal medewasakan usian perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama," imbuh Emma.
Intervensi Pendewasaan Usia Perrnikahan ini penting karena pernikahan usia dini yang kurang dari 19 tahun dinilai sebagai salah satu penyebab stunting.
Karena itu menurut Emma Workshop PUP bagi TPK ini penting dalam rangka mendeteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan faktor risiko stunting.
Dinas Pengedalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Disdalduk PPA) Kabupaten Bandung, Muhamad Hairun menambahkan, PUP merupakan salah satu bentuk nyata intervensi pencegahan stunting di Kabupaten Bandung, khususnya di daerah yang termasuk dalam lokus stunting tahun 2024 dan 2025 seperti di Kecamatan Pangalengam.
"Workshop PUP bagi TPK ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan TPK terkait pendampingan bagi remaja yang akan menjadi calon pengantin," jelas Hairun.
Menurut Hairun, PUP merupakan salah satu program yang secara tidak langsung diharapkan mampu menurunkan angka stunting yang disebabkan oleh pernikahan usia anak atau di bawah 19 tahun.
"Kinerja TPK ini menjadi salah satu hal yang harus ditingkatkan, terutama berkaitan dengan penurunan angka stunting," ujarnya.
Hairun memaparkan, stunting bukan hanya isu kesehatan, tetapi juga isu pembangunan sumber daya manusia. "Upaya kita dalam menurunkan stunting harus dilakukan melalui intervensi yang menyeluruh—baik spesifik maupun sensitif," tandasnya.
Hairun menyebutkan, salah satu pendekatan penting adalah pencegahan kehamilan 4 terlalu: terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak, melalui pelayanan Keluarga Berencana yang merata dan berkualitas dan pendewasaan usia perkawinan.
Sebagai informasi tambahan yang membanggakan, kata Hairun, berdasarkan hasil SSGI, Kabupaten Bandung berhasil menurunkan angka prevalensi stunting yang cukup signifikan dari 29,2 % pada tahun 2023 menjadi 24,1% pada tahun 2024.
"Ini merupakan hasil kerja keras semua pihak yang harus terus kita pertahankan dan tingkatkan. Saya percaya, dengan semangat gotong royong antara pemerintah, BUMN, masyarakat, serta seluruh pemangku kepentingan, kita akan dapat mempercepat pencapaian target nasional penurunan stunting, dan membangun generasi kabupaten bandung yang sehat, cerdas, dan tangguh," pungkas Hairun.(*)