KETIK, SURABAYA – Ketua DPRD Jawa Timur M Musyafak Rouf menilai pengajuan usulan dana program pembangunan sebesar Rp10 triliun ke pemerintah pusat hanya angan-angan yang mustahil terwujud, Musyafak mengibaratkan bagai madu ditempelkan di hidung.
"Menurut saya itu bagai mendekatkan madu di hidung, hanya janji manis kepada seluruh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut saya, jangan terlalu berharap," ujar Musyafak Rouf, Kamis 30 Oktober 2025.
Itu disampaikan wakil rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terkait terobosan pemerintah pusat yang memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk pengajuan usulan program pembangunan tahun 2026 yang akan didanai pemerintah pusat sebagai pengganti pemotongan dana Transfer Ke Daerah (TKD).
Musyafak kemudian menguraikan, dari semua pengajuan pembiayaan berbagai proyek oleh pemerintah provinsi se-Indonesia, terkumpul jumlah yang cukup besar.
"Dari semua pengajuan itu total nilainya sangat fantastis, yakni Rp3000 triliun lebih, atau hampir setara dengan kekuatan APBN tahun 2026 sebesar Rp3.842,7 triliun. Khusus untuk Pemprov Jatim sendiri mengajukan usulan program pembangunan sebesar Rp10 triliun. Jadi mustahil semua usulan kebutuhan pembiayaan dari Pemda se-Indonesia itu direalisasi atau disetujui oleh pemerintah pusat, besar lho itu," tegasnya, usai Rapat Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Jatim di DPRD Jatim.
“Kan itu hanya dikatakan ditampung, ya pastinya tampung saja, apa itu maksudnya pengajuan Rp10 triliun itu. Ternyata, eksekutif (Sekdaprov) bilang karena seluruh pemda disuruh mengajukan saja, persoalan nanti dikasih atau tidak, itu tergantung pemerintah pusat,” ujarmya.
Menurut Musyafak, tidak seharusnya pemerintah berspekulasi dalam pembiayaan program pembangunan, sebab negara itu membutuhkan kepastian. Apalagi rakyat itu tidak butuh dikasih omong-omong atau janji janji saja tetapi harus berupa program yang betul-betul telah direncanakan dan bisa dilaksanakan dengan baik.
Dia menegaskan, di pemerintahan sebelumnya kebijakan seperi ini belum ada sehingga hal ini menimbulkan paradoks. Menurutnya hanya kamuflase untuk menyenangkan pemerintah daerah untuk menyiasati setelah ada pemotongan TKD.
Di sisi lain, ketidakpastian anggaran juga membuat pemerintah daerah ikut pusing dan kalangkabut karena setelah dilakukan efisiensi dalam pembahasan R-APBD 2026, tiba-tiba di tengah jalan harus dirubah lagi dengan melakukan penyesuaian efisiensi kembali akibat adanya pemangkasan dana TKD.
Urai Musyafak, di pembahasan R-APBD Jatim 2026, itu hanya urusan yang wajib saja yang bisa dipastikan untuk dipenuhi anggarannya. Sedangkan urusan yang lain itu masih menunggu kepastian pemerintah pusat.
"Padahal di sisi lain, pembahasan APBD juga dibatasi waktu, seperti rencana awal 10 November 2025 adalah jadwal pengesahan APBD Jatim 2026. Kalau seperti ini, mending gak usah ada DPRD karena fungsi budgetingnya sudah dikebiri. Biarlah APBD disusun sendiri oleh pemerintah pusat karena perintahan sekarang sudah mengarah semi sentralistik atau gaya baru,” pungkasnya, berkelakar. (*)

 
         
         
             
             
             
             
                        
                     
         
         
         
         
         
                             
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
       
         
         
         
         
                             
         
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                                            