KETIK, SORONG – Kematian Irene Sokoy, seorang ibu hamil yang ditolak empat rumah sakit di Jayapura beberapa hari lalu mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Ketua Fopera Papua Barat Daya, Yanto Ijie.
Yanto Ijie mengatakan, kejadian itu adalah tragedi yang mengungkap kegagalan sistemik dalam pelayanan kesehatan bagi Orang Asli Papua (OAP).
"Peristiwa ini bukan sekadar insiden medis, melainkan cerminan dari diskriminasi yang mengakar dan pengabaian hak-hak dasar OAP, yang seharusnya dilindungi oleh Otonomi Khusus,” ungkap Yanto Ijie, Selasa, 25 November 2025.
Dia menjelaskan, sudah 24 tahun Otsus berjalan, namun kematian Irene Sokoy menjadi bukti bahwa kebijakan Otsus belum mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan yang dijanjikan bagi OAP.
Dana Otsus yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup OAP, termasuk layanan kesehatan, justru terindikasi tidak efektif dan tidak tepat sasaran.
"Otsus hadir karena desakan mayoritas OAP, bersepakat memisahkan diri dari NKRI, OAP ingin merdeka, 24 tahun Otsus di tanah Papua dalam upaya pemenuhan hak dasar, hak hidup OAP masih diberlakukan tidak adil,” jelasnya.
Peristiwa itu menurut Yanto Ijie merupakan tindakan kegagalan sistematik dan diskriminasi bagi orang asli Papua dan terlebih khusus perempuan Papua.
Otsus bagi OAP tetap masih tidak berhasil jika pemerintah tidak segera evaluasi sistem pelayanan rumah sakit dan kesehatan di tanah Papua.
"Orang asli Papua merupakan manusia termahal di republik ini, perlakukan khusus oleh negara bagi OAP harus dilakukan dengan adil, manusiawi dan sepenuh hati,” ujar Yanto.
Fopera menyerukan agar enam gubernur dan forkopimda di tanah Papua harus segera bertindak untuk mengevaluasi secara menyeluruh sistem pelayanan rumah sakit, baik swasta maupun pemerintah.
"Evaluasi ini harus mencakup aspek tata kelola, standar operasional prosedur (SOP), ketersediaan tenaga medis dan obat-obatan, serta praktik diskriminasi yang mungkin terjadi,” kata Yanto Ijie.
Menurut Yanto, peristiwa tersebut menjadi catatan buruk di tanah Papua, masih banyak rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah belum maksimal menerapkan tata kelola dan SOP pelayanan pasien bagi orang asli Papua yang manusiawi.
Keterbatasan dokter umum, dokter spesialis, tenaga perawat, bidan dan peralatan rumah sakit serta kelangkaan obat di rumah sakit menjadi faktor utama yang segera dievaluasi dan segera dipenuhi.
Pemerintah pusat dan daerah harus mengakui bahwa OAP adalah manusia yang memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.
Perlakuan khusus yang diberikan kepada OAP harus diimplementasikan secara adil, manusiawi, dan sepenuh hati, bukan sekadar formalitas tanpa substansi.
"Kematian Ibu Irene Sokoy adalah panggilan darurat bagi semua pihak untuk segera bertindak. Jika tidak, Otsus hanya akan menjadi ilusi dan OAP akan terus menjadi korban dari sistem yang tidak adil dan diskriminatif,” pungkasnya.(*)
