KETIK, SURABAYA – Pengalaman pahit menjadi korban penipuan digital justru mengantar Edi M. Yakub menemukan panggilan baru sebagai penulis. Wartawan senior yang sempat berkarier di Kantor Berita Antara ini dengan jujur mengakui dirinya adalah "orang generasi non-digital" yang sering ketiban sial di era siber.
Hal ini ia ungkapkan dalam sebuah podcast berjudul Ketikcast pada Selasa, 7 Oktober 2025, saat membahas buku barunya, "Kesalehan Digital.”
"Saya ini sebenarnya orang generasi non-digital. Nah, ketika saya hidup di era digital, saya itu banyak ketipu," kenang Edi.
Berangkat dari profesinya di dunia media, ia memutuskan untuk melawan. Setiap ada hoaks, framing, atau penipuan (scamming dan phishing), ia menuangkan klarifikasi (counter) dalam tulisan. Lama kelamaan, tulisan-tulisan ini menumpuk, hingga ia berhasil memetakan setidaknya 12 jebakan digital.
"Dari 12 itu, hanya empatlah positif. Yang lain itu negatif, dan kita harus ekstra hati-hati," paparnya, menegaskan jebakan seperti permainan logika viral kini dapat menjelma menjadi "penjajahan baru" jika masyarakat tak waspada.
Proses penulisan buku yang kini memuat solusi untuk terhindar dari jebakan digital ini memakan waktu sekitar lima tahun. Awalnya, ia hanya berniat mengumpulkan tulisan. Namun, penemuan peta jebakan digital itu mendorongnya mengubah kumpulan tersebut menjadi panduan utuh.
Sebagai seorang jurnalis, Edi M. Yakub memiliki rekam jejak panjang, termasuk pernah meliput persidangan bersejarah kasus Marsinah di era Orde Baru sebuah pengalaman yang saking sensitifnya, ia sampai dipindah tugaskan dari desk Politik dan Hukum.
Edi berpesan bahwa kunci bagi penulis untuk konsisten berkarya adalah minat dan fokus pada satu bidang. "Keberhasilan itu 50% ditentukan oleh minat dan fokus kita, 50% sisanya adalah dari pengalaman," tutupnya, merangkum filosofi di balik bukunya. (*)