KETIK, SURABAYA – Suhu udara di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Jakarta dan Surabaya, terasa jauh lebih panas dari biasanya dalam beberapa minggu terakhir. Suhu tertinggi tercatat mencapai 36°C di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, dan 35°C di DKI Jakarta pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa kondisi ini terjadi karena Indonesia tengah memasuki masa pancaroba (peralihan musim kemarau ke hujan) yang diperparah oleh fenomena pergerakan semu matahari ke arah selatan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa suhu panas ekstrem ini merupakan bagian dari dinamika atmosfer selama masa transisi musim, atau pancaroba. Periode peralihan dari kemarau ke hujan ini membuat cuaca tidak stabil.
"Beberapa wilayah yang mencatat suhu tertinggi dan paling terdampak antara lain DKI Jakarta suhu mencapai 35°C. Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur suhu hingga 36°C," ungkap Guswanto, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurutnya, meski suhu sangat panas pada siang hari, sejumlah wilayah justru mulai berawan atau diguyur hujan ringan pada malam hari. Kondisi pancaroba ini diprediksi BMKG akan berlangsung di sebagian besar wilayah Indonesia hingga 16 Oktober 2025.
Guswanto secara tegas membantah anggapan masyarakat mengenai fenomena gelombang panas (heatwave).
“Jadi, udara panas yang terasa sejak pagi hingga malam bukan merupakan gelombang panas, melainkan bagian dari dinamika atmosfer selama masa transisi musim,” kata Guswanto.
BMKG memperkirakan cuaca panas ekstrem akan berakhir seiring masuknya musim hujan yang diperkirakan terjadi pada akhir Oktober 2025.
Mengingat kondisi ini, BMKG mengingatkan masyarakat untuk mengambil langkah pencegahan, terutama saat beraktivitas di luar ruangan.
“Kami mengimbau agar masyarakat tidak terlalu lama beraktivitas di bawah terik matahari antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB,” ujar Guswanto.
Masyarakat juga disarankan untuk menggunakan pelindung diri seperti topi, payung, atau tabir surya saat berada di luar ruangan guna menghindari paparan langsung sinar matahari yang berlebihan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menambahkan bahwa faktor utama penyebab suhu terasa semakin ekstrem adalah pergerakan semu matahari ke arah selatan Indonesia.
Ia menjelaskan, pergerakan semu matahari di Indonesia bergerak ke arah selatan karena kemiringan sumbu rotasi Bumi 23,5 derajat. Fenomena ini menyebabkan berkurangnya tutupan awan sehingga pancaran sinar matahari menjadi lebih langsung dan terasa di permukaan bumi.
“Alasan suhu terasa semakin panas adalah karena berkurangnya tutupan awan, sehingga sinar matahari langsung mencapai permukaan tanpa halangan. Selain itu, intensitas radiasi matahari juga meningkat, terutama di wilayah daratan seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” jelas Dwikorita. (*)