KETIK, SURABAYA – Maraknya kembali isu praktik prostitusi di Kota Surabaya membuat kekhawatiran sejumlah pihak, tak terkecuali para wakil rakyat setempat.
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko menilai kondisi ini mengancam moral generasi muda.
"Kami berulangkali mengingatkan kepada Pemkot Surabaya melalui Satpol PP serta Bapemkesra yang menaungi lurah dan camat untuk tegas melakukan tindakan jika ada tempat-tempat yang ditengarai digunakan sebagai lokasi prostitusi,” ujarnya di Surabaya, Selasa, 18 November 2025.
Cak Yebe, sapaan akrabnya, menyebut sejumlah titik yang masih beroperasi meski sudah sering ditertibkan, termasuk kawasan Moroseneng, yang pada Oktober 2025 dilaporkan masih memerlukan patroli intensif setiap harinya.
Selain Moroseneng, kawasan eks lokalisasi Dolly juga kembali menjadi fokus penggerebekan pada 16 November 2025, petugas mengamankan dua pekerja seks komersial (PSK) dan dua muncikari.
"Masih banyak lokasi rumah kos dan wisma yang meskipun tertutup secara formal, tetap digunakan untuk aktivitas prostitusi terselubung," ucap politisi Partai Gerindra tersebut.
Beberapa regulasi telah jelas mengatur sanksi terhadap aktivitas tersebut, mulai dari Pasal 296 KUHP (pidana hingga 1 tahun 4 bulan), Pasal 506 KUHP (kurungan hingga 1 tahun), UU ITE (hingga 6 tahun penjara atau denda Rp1 miliar), serta UU TPPO (penjara 3–15 tahun dan denda Rp120 juta–Rp600 juta).
“Maraknya praktik prostitusi terselubung baik konvensional maupun melalui platform digital jelas melanggar regulasi,” tutur dia.
“Dampak besar prostitusi adalah merusak moral generasi muda dan citra kota Surabaya," tambah Cak Yebe. (*)
