KETIK, ACEH BARAT DAYA – Senyum lega terpancar dari wajah para petani di Desa Kota Bahagia, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Setelah bertahun-tahun berjuang dengan keterbatasan air akibat irigasi rusak, akhirnya saluran Panton Teungku resmi dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Abdya.
Diketahui bahwa, proyek strategis ini mulai dikerjakan pada Rabu, 24 September 2025 dengan dukungan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun 2025 yang digelontorkan sebesar Rp 2,9 miliar.
Kepala Dinas PUPR Abdya melalui Kabid Pengairan, Retno, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan pengukuran sekaligus persiapan teknis.
“Pengerjaan sudah kita mulai. Tim berada di lapangan untuk memastikan semua sesuai rencana. Kita berharap proses berjalan lancar tanpa kendala,” ujarnya.
Menurut Retno, irigasi Panton Teungku merupakan salah satu nadi utama pertanian di Kecamatan Kuala Batee. Perbaikan saluran ini diharapkan menjadi jawaban atas persoalan lama yang dihadapi petani setiap musim tanam.
Kepala Desa Kota Bahagia, Mustamsir alias Abit, menyampaikan apresiasi atas terwujudnya pembangunan tersebut. Disebutkan bahwa saluran ini akan memperlancar distribusi air ke persawahan warga.
"Dengan suplai air yang stabil, produktivitas pertanian pasti meningkat. Maklum, sebagian besar warga di sini menggantungkan hidup dari bertani,” ungkapnya.
Abit menambahkan, saluran yang memadai bukan sekadar infrastruktur, tetapi harapan baru bagi petani yang kerap dilanda kekeringan saat kemarau. “Kalau air lancar, gagal panen bisa diminimalisir. Ini soal keberlangsungan hidup masyarakat tani,” katanya.
Masyarakat pun menyambut pembangunan ini dengan penuh optimisme. Bagi mereka, irigasi Panton Teungku bukan hanya proyek fisik, tetapi juga kunci ketahanan pangan di Abdya. Dengan adanya saluran baru, sawah-sawah yang dulu sering kekurangan air kini berpeluang menghasilkan panen lebih melimpah.
“Ini kabar baik bagi kami. Semoga cepat selesai dan hasilnya bisa langsung dirasakan,” ujar seorang petani setempat. (*)
