KETIK, SURABAYA – Fenomena berbeda terlihat di sekitar area kampus ketika mahasiswa memiliki waktu kosong. Sementara sebagian memilih ketenangan perpustakaan, yang lain justru mencari keramaian di gaming lounge terdekat.
Pilihan tempat menghabiskan waktu senggang ternyata menunjukkan pola yang menarik di kalangan mahasiswa. Observasi di tiga lokasi kampus - Unitomo, Untag, dan UHW mengungkap kecenderungan yang berbeda antara mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam memilih ruang untuk bersantai di sela-sela jadwal kuliah.
Andi, mahasiswa Fakultas Teknik Unitomo semester 4, mengaku lebih suka menghabiskan waktu istirahat di gaming lounge bersama teman-temannya. "Kalau main PlayStation bareng teman-teman itu seru. Bisa ngobrol sambil main, apalagi kalau lagi main FIFA ," ujarnya saat ditemui di salah satu gaming lounge dekat kampusnya.
Berbeda dengan Sari, mahasiswa Fakultas Ekonomi Untag semester 6, yang memilih perpustakaan sebagai tempat mengisi waktu kosong. "Di perpustakaan lebih tenang, bisa buat ngerjain tugas atau sekadar baca-baca. Gak ribet juga, tinggal bawa buku atau laptop," jelasnya.
Pak Bambang, penjaga perpustakaan Unitomo mencatat adanya perbedaan pola kunjungan. "Kalau dilihat dari buku tamu, memang mahasiswa perempuan lebih banyak yang datang. Mereka biasanya datang untuk belajar, mengerjakan tugas, atau mencari referensi. Tapi ada juga yang sekadar duduk-duduk sambil baca novel," ungkapnya.
Sementara itu, Doni, pengelola gaming lounge di area kampus, mengakui bahwa pengunjungnya didominasi mahasiswa laki-laki. "Kebanyakan cowok yang datang, biasanya rombongan 3-4 orang. Mereka main FIFA, PES, atau game fighting. Jarang yang main sendiri, lebih suka ramai-ramai," kata Doni yang sudah mengelola tempat tersebut selama beberapa bulan ini.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada jam istirahat dan waktu kosong mahasiswa di sekitar area kampus Unitomo, Untag, dan UHW Panyabungan, tercatat bahwa gaming lounge di kawasan tersebut didominasi pengunjung laki-laki dengan persentase sekitar 75-80 persen. Sebaliknya, di perpustakaan kampus-kampus tersebut, mahasiswa perempuan mencapai 60-65 persen dari total pengunjung.
Gaming lounge yang diamati memiliki fasilitas PlayStation dengan berbagai jenis permainan, mulai dari game olahraga hingga game petualangan. Tarif yang ditawarkan berkisar Rp 10.000 per jam.
Kedua tempat ini mengalami lonjakan pengunjung pada waktu yang sama: jam istirahat siang (12.00-13.00), sela-sela jam kosong kuliah, dan sore hari setelah jam perkuliahan berakhir.
Dari segi ekonomi, gaming lounge memberikan alternatif hiburan bagi mahasiswa yang tidak memiliki konsol game pribadi. Beberapa mahasiswa mengaku menggunakan fasilitas ini sebagai bentuk hiburan yang lebih terjangkau dibanding membeli perangkat sendiri.
Keberadaan kedua pilihan ini menciptakan dinamika tersendiri dalam rutinitas kampus. Beberapa mahasiswa memanfaatkan perpustakaan untuk menyelesaikan tugas kuliah, sementara yang lain memilih gaming lounge sebagai tempat bersosialisasi dan melepas penat.
Namun, tidak sedikit juga mahasiswa yang memanfaatkan kedua tempat ini secara bergantian, tergantung kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana mahasiswa mencari cara berbeda untuk mengoptimalkan waktu luang mereka di tengah rutinitas perkuliahan yang padat. (*)