KETIK, PROBOLINGGO – Rencana penyertaan modal Pemerintah Kota Probolinggo kepada Perseroda Bahari Tanjung Tembaga mendapat penolakan tegas dari Fraksi PKB DPRD. PKB menilai raperda tersebut prematur karena struktur manajemen perseroda belum terbentuk, namun pemerintah sudah mendorong pengesahan penyertaan modal.
Penolakan disampaikan Fraksi PKB dalam rapat paripurna usai mendengarkan laporan hasil kerja Pansus dan fasilitasi Gubernur Jawa Timur.
Juru Bicara Fraksi PKB, Eko Purwanto, menegaskan bahwa raperda penyertaan modal tidak memenuhi unsur-unsur kesiapan minimal yang seharusnya dimiliki badan usaha penerima investasi daerah.
“Modal mau diserahkan kepada siapa ketika direksi dan komisaris saja belum ada? Bagaimana memastikan pertanggungjawaban kalau struktur manajemen belum terbentuk?” ujar Eko sambil menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar teknis, melainkan menyangkut aspek legal dan keuangan daerah.
PKB memotret sedikitnya empat hal mendasar yang belum siap. Pertama, transparansi dan akuntabilitas. Hingga saat ini tidak tersedia dokumen lengkap terkait rencana kerja, estimasi keuntungan, maupun sistem pertanggungjawaban modal.
Kedua, konsep pengelolaan potensi maritim daerah. Perseroda disebut belum menunjukkan desain bisnis yang konkret dalam mengoptimalkan Pelabuhan Tanjung Tembaga.
Ketiga, kontribusi terhadap PAD dan kesejahteraan masyarakat. PKB menilai belum ada jaminan bahwa penyertaan modal akan berdampak signifikan pada PAD, penyerapan tenaga kerja, atau pemberdayaan nelayan dan UMKM.
Keempat, mekanisme pengawasan. PKB menyatakan pemerintah dan DPRD tidak memiliki objek pengawasan bila direksi dan komisaris belum terbentuk dan belum tercatat di Kemenkumham.
Selain itu, ketidakjelasan investor juga mendapat sorotan. PKB menilai situasi ini berpotensi menimbulkan beban keuangan yang berat bagi APBD Kota Probolinggo.
Eko menyebut bahwa dengan menurunnya Transfer Keuangan Daerah (TKD), pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan investasi.
“Kalau investor tidak jelas, maka Pemkot akan menanggung kebutuhan modal sampai 100 persen. Ini sangat berisiko bagi APBD,” kata Eko.
Penempatan anggaran juga dianggap bermasalah. Menurut PKB, alokasi anggaran belum memiliki kejelasan peruntukan, mekanisme penggunaan, maupun pertanggungjawaban.
Eko bahkan mempertanyakan status dana jika nantinya justru mengendap di BPKAD. “Kalau anggaran tidak digunakan karena belum ada direksi, masuk kode rekening apa? Dan bunga uang itu milik siapa? Ini bukan detail kecil ini potensi persoalan hukum,” tegasnya.
PKB juga menyayangkan sejumlah rekomendasi Pansus yang sebelumnya dibahas panjang justru tidak seluruhnya dimasukkan dalam rancangan raperda. Menurut fraksi, hal tersebut menurunkan kualitas regulasi dan mengabaikan dasar analisis hukum serta ekonomi.
Dengan mempertimbangkan seluruh temuan dan risiko, Fraksi PKB menyatakan menolak raperda penyertaan modal tersebut untuk disahkan menjadi Perda Kota Probolinggo.
“Raperda ini belum siap, prematur, dan berpotensi membebani keuangan daerah. Dengan ini Fraksi PKB menyatakan menolak penetapan Raperda Penyertaan Modal kepada Perseroda Bahari Tanjung Tembaga,” tutup Eko.
Sebelumnya, Pj Sekda Kota Probolinggo, Rey Suwigtyo, menyatakan modal dasar Perseroda ditetapkan sebesar Rp 18,45 miliar. Dengan kewajiban modal dari Pemkot minimal 51%.
“Rencana penyertaan modal dijadwalkan dicicil selama tiga tahun. Rp 6,93 miliar pada 2026, Rp 9,85 miliar pada 2027, dan sisanya Rp 1,485 miliar pada 2028,” katanya.
Menurutnya, pada tahap awal Perseroda Bahari Tanjung Tembaga, akan memfokuskan usaha pada angkutan logistik/generik. Dengan rencana pembelian empat unit truk tronton sebagai armada operasional. Estimasi anggaran untuk pengadaan armada ini mencapai sekitar Rp 7 miliar.
“Pemkot berharap BUMD ini bisa menjadi mesin baru penggerak perekonomian kota. Memanfaatkan potensi pelabuhan, memfasilitasi logistik, distribusi barang, serta membuka peluang pendapatan asli daerah (PAD),” pungkasnya.(*)
