KETIK, MALANG – Komunitas Pelangi Sastra kembali menggulirkan Festival Sastra Kota Malang untuk ketiga kalinya dengan mengusung tema “Simpang Kata, Simpang Kota,” Jumat, 21 November 2025.
Tema ini lahir dari kegelisahan akan berbagai persoalan urban yang dekat dengan kehidupan masyarakat, namun kerap luput dari perhatian.
Ketua pelaksana, Denny Mishar, menjelaskan bahwa festival ini ingin membuka kesadaran publik tentang pentingnya membaca realitas kota melalui perspektif sastra dan seni.
“Kita hidup di kota, dan ada persoalan-persoalan yang perlu dilihat dengan cara pandang sastra. Harapannya, kita bisa memaknai kembali kehidupan urban,” ujarnya.
Festival yang digelar selama tiga hari, 21–23 November, di Maliki Plaza ini menyajikan sejumlah agenda: bedah buku dan zine, diskusi sastra-film, serta bazar buku dengan beragam penawaran menarik.
Pembukaannya berlangsung meriah dengan Orasi Kesusastraan “Narasi Kota: Sastra dan Budaya Urban” oleh Yusri Fajar.
Berbagai pertunjukan seni turut memberi warna. Seni ludruk hadir melalui Parikan Jula-Juli Malangan oleh Cak Marsam Hidayat, sementara panggung tari dan musik diisi Malang Dance Company dan Cak Bagus Eksperimental.
Salah satu momentum penting dalam festival ini adalah peluncuran antologi puisi “Apakah Kota Ini Kamar Tidurku?”, yang merespons dinamika kehidupan urban dari perspektif karya sastra.
Antologi tersebut melibatkan nama-nama seperti Agyl Ramadhan, Lalu Ahmad Albani Atsauri, Akmal Nurdwiyan Sasangka, Alfaizi, Ariv R. Hakim, Baitiyah, Berlina Cinta Trisciandini, Candra SW, Eko Rody Irawan, Farhan M, Hamimie, Ihda Khairun Nisa, Ni Luh Ketut Dinda Pranata, Tiara Karina, Venezia Andriyana, hingga Yesaya Agan.
Festival ini juga menjadi ruang pertemuan antar generasi sastrawan, sekaligus bagian dari program penguatan ekosistem sastra yang didorong Kementerian Kebudayaan RI.
Denny menyebut kementerian memiliki sejumlah program seperti penguatan festival, penerjemahan, hingga Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya.
“Walaupun dukungan hanya sebagian, kami berharap kegiatan seperti ini menjadi ruang kolaborasi antar komunitas dan penerbit,” katanya kepada Ketik.com.
Sosok yang juga aktif di penerbitan Pelangi Sastra itu memberi bocoran mengenai tema untuk Festival Sastra Kota Malang 2026.
“Tahun depan, FSKM berencana mengeksplorasi sejarah lisan dan sastra perjalanan, termasuk mengulik kembali Cerita Panji, warisan sastra Nusantara abad ke-13 yang pernah populer di Asia Tenggara,” pungkasnya.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa tidak menutup kemungkinan akan mengulik sejarah dan cerita-cerita dari ukiran candi.
“Bagaimana cerita-cerita dari candi itu bisa dimodernkan lagi. Diceritakan ulang dan ditafsir kembali dalam bentuk sastra,” tambahnya. (*)
