Efisiensi atau Pengabaian? Ratusan Pegawai TPL di Kota Blitar Terancam PHK Massal

16 Oktober 2025 11:30 16 Okt 2025 11:30

Thumbnail Efisiensi atau Pengabaian? Ratusan Pegawai TPL di Kota Blitar Terancam PHK Massal
Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin, Kamis 16 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Gelombang keresahan tengah melanda jajaran tenaga pendukung di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar. Ratusan pegawai Tenaga Pendukung Lain (TPL) kini menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal setelah keluarnya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Blitar tentang rasionalisasi tenaga pendukung di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Dalam SK bernomor 000.3.1/XXXX/410.030.2/2025, Wali Kota Syauqul Muhibbin mewajibkan setiap OPD memangkas sedikitnya 30 persen tenaga pendukung. Langkah ini disebut sebagai tindak lanjut dari surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan tertanggal 23 September 2025 yang berisi imbauan efisiensi akibat penurunan dana transfer ke daerah tahun 2026.

Namun, kebijakan itu justru menimbulkan gelombang protes diam-diam di kalangan internal birokrasi dan masyarakat, karena dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari pekerjaan non-ASN tersebut.

“Ada yang sudah sepuluh tahun lebih mengabdi. Kalau dipangkas 30 persen, di OPD kami saja bisa puluhan orang yang kehilangan pekerjaan. Ini berat, karena secara moral kami merasa bersalah,” ujar salah satu pejabat Pemkot Blitar yang enggan disebutkan namanya kepada Ketik.com

Kebijakan efisiensi itu di atas kertas memang bertujuan menjaga stabilitas fiskal daerah. Namun di lapangan, dampaknya sangat nyata: potensi pengangguran baru dan penurunan kualitas pelayanan publik.

Di RSUD Mardi Waluyo Blitar, misalnya, tercatat sekitar 150 tenaga TPL aktif. Jika aturan ini dijalankan sesuai SK, maka sekitar 50 orang akan kehilangan pekerjaan sebelum akhir tahun.

Selain menjadi beban sosial, kekurangan tenaga operasional juga dikhawatirkan menurunkan kinerja pelayanan kesehatan yang selama ini bergantung pada pegawai kontrak.

“Kebijakan ini berat diterima. Apalagi mereka bukan pekerja baru, sebagian sudah belasan tahun ikut membantu jalannya pelayanan publik,” ujar salah satu staf rumah sakit yang enggan disebutkan namanya.

Kontras dengan arah kebijakan sang wali kota, Wakil Wali Kota Blitar Elim Tyu Samba justru mengambil langkah berbeda. Ia memilih turun langsung memperjuangkan bantuan pusat untuk menguatkan ekonomi rakyat, terutama sektor pertanian yang menjadi penopang kehidupan masyarakat menengah ke bawah.

Belum lama ini, Elim bertemu dengan Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, ia mengusulkan sejumlah program dan bantuan untuk mendukung produktivitas petani di Kota Blitar.

“Saya akan terus bolak-balik ke Jakarta, ke Kementerian Pertanian, bahkan ke kementerian lainnya jika itu untuk kebaikan petani Kota Blitar. Ini bukan soal jabatan, tapi soal komitmen moral kepada warga,” tegas Elim, Rabu 15 Oktober 2025.

“Setiap rupiah dan program bantuan dari pusat akan kita perjuangkan dan manfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kita,” lanjutnya.

Langkah Elim ini dinilai sejumlah kalangan sebagai upaya nyata menunjukkan empati di tengah kebijakan Pemkot yang dianggap kering rasa kemanusiaan.

Di sisi lain, implementasi kebijakan efisiensi ini tampak belum memiliki koordinasi yang solid antarperangkat daerah. Beberapa pejabat mengaku masih menunggu arahan teknis, sementara sebagian OPD mulai dihantui tenggat waktu pengurangan pegawai yang jatuh pada 22 Oktober 2025.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Kota Blitar, Hakim Sisworo, mengaku belum bisa menjelaskan detail pelaksanaan kebijakan tersebut.

“Mohon maaf, saya baru Senin masuk di Kominfo. Kami akan koordinasikan dulu dengan BKPSDM,” ujarnya saat dikonfirmasi Ketik.com Kamis 16 Oktober 2025.

Pernyataan itu mempertegas bahwa kebijakan besar yang berdampak langsung terhadap nasib ratusan pekerja ini belum memiliki peta jalan yang jelas, baik dari sisi hukum, sosial, maupun teknis.

Kebijakan rasionalisasi tenaga pendukung di Pemkot Blitar kini berada di persimpangan antara kewajiban menjaga keuangan daerah dan tanggung jawab moral terhadap warga sendiri.

Di tengah tekanan ekonomi dan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, pemangkasan ratusan tenaga kerja bukan hanya soal efisiensi, tapi soal keberpihakan.

Apakah langkah ini menjadi bukti kedisiplinan fiskal atau justru simbol lemahnya empati sosial, waktu yang akan menjawabnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

phk pengangguran TPL SK Tenaga pendukung lain Blitar Kota Blitar Syauqul Muhibbin Wali Kota Elim Tyu Samba