Drama Pemkot Blitar Memanas! Mutasi ASN Kota Blitar Diduga Tanpa Koordinasi, Baperjakat Ditodong Tanda Tangan

14 Oktober 2025 11:09 14 Okt 2025 11:09

Thumbnail Drama Pemkot Blitar Memanas! Mutasi ASN Kota Blitar Diduga Tanpa Koordinasi, Baperjakat Ditodong Tanda Tangan
Mutasi jabatan ASN di Kota Blitar, Senin 13 Oktober 2025. (Foto: Favan/Ketik)

KETIK, BLITAR – Kebijakan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar kembali menuai sorotan tajam. Langkah yang diambil Wali Kota Blitar dinilai sarat kontroversi karena dilakukan tanpa melibatkan unsur penting seperti Wakil Wali Kota dan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Padahal, secara regulatif dan etik birokrasi pemerintahan, setiap kebijakan mutasi ASN seharusnya berlandaskan asas profesionalitas, transparansi, serta pertimbangan objektif dari Baperjakat lembaga yang memiliki mandat memberi rekomendasi atas mutasi, promosi, dan rotasi jabatan.

Ketua DPRD Kota Blitar, Syahrul Alim, ikut bersuara lantang. Ia mengingatkan bahwa meski mutasi adalah hak prerogatif wali kota, namun pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara sepihak.

“Mutasi ASN itu prerogatif wali kota, betul. Tapi prerogatif itu bukan berarti bisa dijalankan tanpa pertimbangan profesional. Kalau mutasi dilakukan tanpa menilai prestasi dan kinerja ASN, justru akan menghambat pelayanan publik,” tegas Syahrul saat dikonfirmasi, Selasa 14 Oktober 2025.

Lebih lanjut, Syahrul meminta agar kebijakan mutasi tidak dijadikan alat politik kekuasaan.

“Kalau mutasi dilakukan karena faktor like and dislike, ini bahaya. ASN bisa kehilangan motivasi bekerja, dan pelayanan masyarakat jadi korban,” tambahnya.

Dari informasi yang dihimpun Ketik.com, sumber internal Pemkot Blitar mengungkap bahwa proses mutasi kali ini berlangsung tertutup dan terkesan dipaksakan. Baperjakat disebut tidak pernah diajak musyawarah dan bahkan baru mengetahui keputusan mutasi setelah dokumen ditandatangani.

“Wah, ini kebijakan wali kota paling konyol. Baperjakat sama sekali tidak diajak musyawarah. Tiba-tiba disodori berkas dan ditodong untuk tanda tangan. Kami tidak tahu siapa pejabat yang dimutasi dan di mana mereka ditempatkan,” ungkap sumber internal tersebut dengan nada kesal.

Sumber yang sama menilai, kebijakan sepihak ini bisa memicu kegaduhan di kalangan ASN dan melemahkan semangat kerja aparatur.

Situasi makin panas setelah Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, secara terbuka menyatakan kekecewaannya. Ia mengaku tidak dilibatkan sama sekali dalam proses mutasi tersebut dan memilih tidak hadir dalam acara pelantikan pejabat.

“Saya tidak hadir karena tidak diajak bicara sama sekali tentang mutasi ini. Sebagai Wakil Wali Kota, saya merasa kurang pantas hadir dalam acara yang bahkan saya tidak tahu siapa saja yang dilantik,” ujar Elim dengan nada kecewa.

Elim menuturkan, undangan pelantikan baru ia terima pada Minggu malam pukul 18.00 WIB, hanya beberapa jam sebelum acara dimulai.

“Saya baru dikirimi undangan malam sebelumnya. Tapi saya tidak tahu siapa yang dimutasi, bagaimana prosesnya, dan atas dasar apa. Jadi saya memilih tidak datang,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, Elim mengungkap bahwa ia terbang ke Jakarta untuk melapor ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Saya ke Jakarta karena tidak diajak koordinasi sama sekali soal mutasi jabatan. Sebagai abdi masyarakat, saya berkewajiban melaporkan hal ini ke Kemendagri,” tegasnya sebelum bertolak, Senin petang 13 Oktober 2025.

Keretakan hubungan antara wali kota dan wakilnya kini dikhawatirkan berdampak langsung terhadap efektivitas pelayanan publik di Kota Blitar.

Pemerhati kebijakan publik, Nugroho, menilai langkah wali kota kali ini tidak mencerminkan semangat reformasi birokrasi yang menekankan prinsip meritokrasi dan transparansi.

“Kebijakan wali kota akhir-akhir ini jauh dari visi dan misi yang dijanjikan saat kampanye. Harusnya kepala daerah menjaga integritas dan kebersamaan agar pelayanan publik tidak terganggu,” ujarnya.

Nugroho juga mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dengan tegas mengatur bahwa mutasi jabatan harus mempertimbangkan kompetensi, kinerja, dan kebutuhan organisasi.

“Jika mutasi dilakukan tanpa dasar itu, maka kebijakan tersebut cacat secara administratif dan moral,” tegasnya.

Kini, masyarakat Blitar menanti langkah tegas dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menilai apakah kebijakan mutasi ini telah sesuai prosedur dan asas pemerintahan yang baik.

“Kalau dibiarkan, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan daerah. Semoga pemerintah pusat turun tangan agar pelayanan publik tetap berjalan baik,” tutup Nugroho. (*)

Tombol Google News

Tags:

Baperjakat Mutasi ASN Blitar Kota Blitar Wakil Wali Kota Wali Kota DPRD pemkot