KETIK, JEMBER – Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, melayangkan surat pengaduan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Gubernur Jawa Timur. Surat bertanggal 4 September 2025 itu menyoroti berbagai persoalan di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember.
Dalam laporannya, Djoko menilai keberadaan Tim Percepatan Pembangunan dan Pengelolaan Daerah (TP3D) tidak memiliki dasar hukum yang jelas serta tumpang tindih dengan tugas wakil bupati. Ia juga menegaskan bahwa tim tersebut tidak sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD.
Saat dikonfirmasi usai menyambut penerbangan perdana maskapai Fly Jaya di Bandara Notohadinegoro, Selasa, 23 September 2025, Bupati Jember Muhammad Fawait—yang akrab disapa Gus Bupati—hanya menanggapi pertanyaan wartawan dengan senyum singkat sebelum bergegas meninggalkan lokasi.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Jember, Jupriono, belum memberikan respons meski sudah dihubungi melalui pesan WhatsApp hingga malam hari.
Sorotan Wabup Djoko
Djoko menekankan bahwa fungsi wakil bupati seharusnya memberikan saran kepada kepala daerah. Namun, menurutnya, peran tersebut kini justru dijalankan TP3D.
“Yang punya kewenangan sesuai undang-undang tidak difungsikan, malah membuat tim baru,” kata Djoko.
Ia bahkan menyebut TP3D sering memanggil kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan tampil dominan dalam acara resmi.
Selain TP3D, Djoko juga menyinggung lemahnya sistem meritokrasi di lingkungan aparatur sipil negara (ASN). Ia menilai ada tiga indikasi persoalan, yakni: pengabaian prosedur pengisian jabatan, pejabat definitif merangkap sebagai pelaksana tugas, serta rendahnya independensi Inspektorat.
Dalam hal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Djoko menilai prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak berjalan. Ia menyoroti tidak adanya pedoman teknis pengadaan barang dan jasa, adanya pergeseran anggaran tanpa dasar perencanaan, serta alokasi program pembangunan yang dianggap tidak proporsional.
“Hal ini berpotensi tidak memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan masyarakat dan rawan terjadi praktik KKN,” tegas Djoko, yang juga mantan Kepala BPN Jember itu.
Djoko juga menyoroti lemahnya tata kelola aset daerah, minimnya koordinasi dengan OPD, serta hak keuangan dan protokoler yang tidak direalisasikan sejak dirinya dilantik.
“Kalau gaji memang ada, tapi bantuan operasional pimpinan (BOP) tidak pernah saya terima,” ungkapnya.
Ia berharap KPK, Mendagri, maupun Gubernur Jatim segera menindaklanjuti laporannya. “Saya tidak menyesal jika permohonan pembinaan berubah menjadi penindakan,” ujarnya.
Respons Pemkab Jember
Sebelumnya, Bupati Fawait menegaskan pembentukan TP3D telah melalui kajian matang. “Insyaallah tidak melanggar aturan. Saya kader Pak Prabowo, tentu tidak mungkin menyalahi kebijakan pemerintah pusat,” ujarnya pada Maret 2025 lalu.
Kepala Bagian Hukum Pemkab Jember, Ahmad Zaenurrofik, menjelaskan TP3D beranggotakan akademisi dan praktisi yang bertugas memberikan masukan kepada bupati. Sementara salah satu anggota TP3D, Nyoman Aribowo, memastikan tim tersebut tidak menerima gaji maupun biaya operasional dari APBD.
Terkait mutasi ASN, Fawait menegaskan pihaknya tetap berpegang pada aturan yang berlaku. “Dalam pergeseran ini, insyaallah kami berusaha seobjektif mungkin,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa APBD 2025 sudah disusun secara efisien sesuai arahan Mendagri.
Tanggapan KPK
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya surat pengaduan tersebut. Ia menegaskan KPK terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam upaya pencegahan korupsi.
“Salah satunya melalui instrumen Monitoring Controling Surveillance for Prevention (MCSP) yang fokus pada delapan area,” jelas Budi.
Delapan area itu mencakup perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa, manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset, optimalisasi pendapatan daerah, serta pelayanan publik.
“KPK juga mendorong partisipasi publik dalam pembangunan daerah sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang kolaboratif,” pungkasnya. (*)