KETIK, SURABAYA – Di Surabaya, ada sebuah warung angkringan yang sudah melegenda sejak tahun 1980-an. Warung yang dikelola Misnan, akrab disapa Cak Mis oleh para pelanggannya, dikenal bukan hanya karena cita rasa yang membuat ketagihan, tetapi juga karena menu-menunya memiliki nama unik dan nyeleneh.
“Warung ini ada di Jalan Bintoro No. 7, Keputran, Kecamatan Tegalsari, Surabaya,” ujar Misnan menjelaskan lokasi tempat usahanya. Tak jarang, orang dari luar daerah sengaja datang hanya untuk merasakan langsung suasana khas angkringan tersebut.
Di warung ini, nasi bungkus disebut “sembako”, sate usus dinamai “Krisdayanti”, sementara jajanan lain pun diberi istilah yang tak kalah mengejutkan. Sate Krisdayanti dinamai demikian karena tampilan sate ususnya menyerupai bentuk keris. Dari situlah kemudian muncul plesetan nama menjadi Sate Krisdayanti. Keunikan penamaan itulah yang membuat angkringan ini viral dan menarik perhatian banyak orang.
Saat pertama kali melihat daftar menunya, siapa pun akan dibuat kaget. Ada “pakan doro” untuk dadar jagung, “cucak rowo” yang ternyata sate telur puyuh, hingga “pecahan marmer” yang merujuk pada sate putih telur. Nama-nama ini memancing rasa ingin tahu, sehingga pengunjung datang bukan hanya untuk makan, tetapi juga ingin membuktikan sendiri keunikannya.
Aneka sate unik seperti sate krisdayanti hingga sate kulit landak jadi menu andalan Angkringan Cak Mis (Foto: Febrian Fauzi/Ketik)
Menariknya, dibalik nama-nama tersebut ternyata tersimpan cerita yang jarang diketahui. Sang pemilik menuturkan bahwa ide penamaan menu justru berasal dari para pelanggan lama. Bahkan, sebagian nama erat kaitannya dengan angka togel yang populer di masa itu. Istilah “togel” yang biasanya menggunakan nama binatang sebagai simbol angka. Namun, penyebutan itu hanya sebatas istilah untuk hiburan semata dan tidak memiliki kaitan dengan judi togel.
“Itu dulu dari konsumen. Mereka yang memberi nama sesuai istilah angka-angka togel,” ungkap Cak Mis. Ia menambahkan, penamaan yang nyeleneh itu bukan idenya sendiri, melainkan hasil kreativitas pelanggan.
Kini, ada sekitar 24 macam menu yang tersedia. Selain yang sudah disebutkan, ada pula “STW” untuk es teh, “Mbok Nom” untuk es sinom, hingga “Es Pentil” yang merupakan es susu. Sementara di bagian makanan, ada “kulit landak” (kulit ayam), “hati celeng” (hati ayam), dan “kuping ndableg” (jeroan sapi). Semua nama tersebut memberi kesan jenaka sekaligus misterius.
Ide ini mulai diterapkan sejak tahun 1980-an, saat Misnan mengambil alih warung dari sang ayah. Tanpa disangka, langkah sederhana itu justru membawa keuntungan. Angkringan selalu ramai dan bahkan sempat viral di media sosial, mendatangkan banyak pelanggan baru.
Dengan harga yang ramah di kantong serta rasa yang konsisten, angkringan ini mampu bertahan puluhan tahun. Nama-nama unik menunya kini menjadi ciri khas yang membedakan dari tempat lain. Bisa dibilang, strategi pemasaran yang lahir secara tidak sengaja ini justru menjadi daya tarik utama.
Lebih dari sekadar tempat makan, angkringan ini menghadirkan pengalaman tersendiri. Setiap menu seakan menyimpan cerita, mulai dari lumpia dan jemblem, hingga “mlarat” (ote-ote), tahu isi, bahkan sate “selfie” yang merujuk pada bokong ayam.
“Saya asli Lamongan,” tutur sang penjual angkringan, mengisahkan perjalanannya. Kisah ini menjadi bukti bahwa sebuah usaha bisa berkembang pesat ketika memiliki keunikan yang berbeda dan dekat dengan masyarakat. Dari lelucon pelanggan hingga istilah togel, lahirlah sebuah merek warung yang ikonik dan tak terlupakan. (*)