KETIK, GRESIK – Dua siswi SMP Islamic Qon Gresik berhasil menciptakan alat pengusir hama tikus sawah berbasis teknologi ramah lingkungan bernama TEKTIKUS (Teknologi Anti Tikus).
Inovasi yang digarap Clarissa Haura Putri Budiono dan Furaidah Al-Haditsa ini resmi diuji coba di area persawahan Desa Gredek, Kecamatan Duduk Sampeyan, Kabupaten Gresik.
Penelitian tersebut berawal dari keresahan para petani yang menghadapi peningkatan populasi tikus sawah (Rattus argentiventer). Serangan hama itu bahkan menyebabkan kerusakan hingga mencapai 75 persen hasil panen.
Selama ini, metode pengendalian yang digunakan seperti gropyokan, racun kimia, hingga pemasangan listrik dinilai kurang efektif serta membahayakan keselamatan petani.
Kepala SMP Islamic Qon Gresik, Sholihah, menjelaskan bahwa kondisi tersebut mendorong kedua siswi tersebut untuk menghadirkan solusi yang aman, murah, dan berkelanjutan.
“TEKTIKUS dirancang menggunakan panel surya dan sensor ultrasonik untuk melindungi pertanian padi. Tujuan pembuatan alat ini adalah memberikan solusi nyata bagi petani padi di Kabupaten Gresik dalam mengatasi serangan hama tikus secara efektif dan berkelanjutan,” jelasnya.
Sholihah menambahkan bahwa proses pembuatan alat itu berlangsung selama dua bulan. Selama penelitian, para siswi juga difasilitasi oleh Dinas Pertanian Kabupaten Gresik dan Pemerintah Desa Gredek melalui akses ke kelompok tani setempat sebagai pengguna langsung teknologi tersebut.
“Hasil pengujian menunjukkan seluruh komponen berfungsi optimal. TEKTIKUS terbukti efektif sebagai solusi ramah lingkungan dalam mengendalikan hama tikus sawah di Kabupaten Gresik,” ungkapnya.
Sholihah menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan buah dari program tahunan sekolah berupa Lomba Inovasi Antar Kelas, yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan sigap memberikan solusi bagi masyarakat.
“Mengapa anak seusia SMP harus berinovasi? Karena bagi kami inovasi bukan soal siapa yang juara, tetapi bagaimana siswa belajar sejak dini untuk bekerja sama, berpikir kritis, dan berani mencoba hal baru,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa inovasi bukan hanya milik para ilmuwan, tetapi juga dapat lahir dari siswa SMP Islamic Qon.
“Kami ingin menanamkan karakter terbuka terhadap perubahan dan siap berkontribusi bagi lingkungan,” imbuhnya.
Kepala Desa Gredek, Bahrul Gofar, memberikan apresiasi atas inovasi yang dilakukan para pelajar. Menurutnya, teknologi seperti ini sangat bermanfaat bagi petani, meski masih membutuhkan evaluasi dalam jangka panjang.
“Inovasi yang luar biasa dilakukan oleh siswa. Alat ini mampu meminimalisir keberadaan tikus di sawah, dan kami sudah mulai mencoba penerapannya kemarin,” tuturnya.
Meski begitu, Bahrul menyampaikan bahwa keberhasilan alat tidak bisa diukur dari satu kali uji coba saja. Hama tikus memiliki pola kemunculan musiman.
“Efektivitas alat tidak cukup dilihat dari satu sisi. Hama tikus itu musiman—kadang ada, kadang tidak. Jadi untuk melihat keberhasilan TEKTIKUS, kita harus memantau hasilnya dalam beberapa musim tanam,” terangnya.
Ia juga menyoroti perlunya pengembangan lebih lanjut agar alat ini dapat diproduksi dengan biaya lebih terjangkau.
“Kami berharap biaya produksi bisa lebih murah agar petani semakin mudah menggunakannya. Tapi secara umum, kami sangat mengapresiasi inovasi siswa menengah yang mampu menciptakan alat yang benar-benar membantu para petani,” pungkasnya. (*)
