KETIK, BONDOWOSO – Upaya Pemerintah Kabupaten Bondowoso dalam mendukung swasembada pangan nasional menunjukkan hasil positif. Salah satu produk unggulannya, Beras Sintanur Lembah Raung, kini telah memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM RI.
Sertifikat ini diserahkan secara resmi pada Kamis, 26 Juni 2025, kepada pemerintah daerah bersama kelompok Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
Perlindungan IG tersebut menjadi tonggak penting dalam memperkuat identitas dan daya saing Beras Sintanur di pasar domestik maupun internasional. Manfaat dari sertifikasi ini meliputi perlindungan hukum terhadap merek, peningkatan nilai jual, dan kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk.
Beras Sintanur berasal dari varietas padi aromatik unggul yang telah dilepas sejak tahun 2001 melalui SK Menteri Pertanian No. 71/Kpts/TP.240/1/2001. Di Bondowoso, varietas ini mulai dibudidayakan sejak sebelum tahun 2007 sebagai alternatif pengganti padi IR64.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bondowoso, Hendri Widotono, kajian wilayah untuk budidaya Sintanur sudah dilakukan sejak 2007.
Beberapa kecamatan yang dinilai ideal berada di kawasan pegunungan seperti Tlogosari, Sumber Wringin, Sukosari, Pujer, dan Wonosari, yang memiliki ketinggian antara 250–700 meter di atas permukaan laut dan suhu rata-rata 27°C.
Kondisi geografis ini, ditambah curah hujan tinggi dan aliran air dari mata air di pegunungan sekitar Lembah Raung, memungkinkan petani menanam padi Sintanur sepanjang tahun. Hasilnya adalah beras dengan ciri fisik khas: tidak memiliki white belly, bening, dan bersih tanpa semburat putih.
Kesadaran akan potensi ini mendorong warga di lima kecamatan tersebut untuk membentuk MPIG Beras Sintanur Lembah Raung. Kelompok ini mengusulkan pengajuan perlindungan kekayaan intelektual ke Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Mereka bertanggung jawab menjaga mutu beras sesuai dengan dokumen resmi deskripsi IG.
Hendri menegaskan, perlindungan ini merupakan bagian dari visi besar Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid untuk memperkuat sektor pangan melalui legalitas, branding, dan hilirisasi. Program unggulan lain yang mendukung misi ini meliputi pembentukan klinik pertanian, penyediaan pupuk gratis, dan dukungan terhadap rantai pasok produk pertanian.
“Dengan IG ini, Beras Sintanur menjadi identitas khas Bondowoso yang tak bisa ditiru daerah lain. Ini adalah bukti nyata dari komitmen bupati dalam mewujudkan janji kampanyenya,” ujar Hendri.
Beras Sintanur dikenal tidak hanya karena aromanya yang harum, tetapi juga teksturnya yang pulen saat dimasak. Meski produktivitasnya masih standar—sekitar 6,1 ton per hektare gabah kering sawah—nilai jualnya tinggi karena keunggulan rasa dan aroma.
Saat ini, distribusinya sudah menjangkau beberapa wilayah melalui kerja sama dengan off-taker seperti PT Samudera Indo Pangan di Grujugan.(*)