KETIK, BLITAR – Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 300 persen yang sempat ramai di media sosial ditepis tegas oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar. Kenaikan PBB-P2 tahun 2025, menurut Bapenda, hanya sebesar 1,48 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu, menjelaskan bahwa kabar soal kenaikan hingga ratusan persen tersebut tidak benar dan berpotensi menyesatkan masyarakat.
“Tahun 2025 ini, Pemkab Blitar menetapkan besaran PBB-P2 sebesar Rp49,8 miliar dari 811.777 SPPT. Sedangkan pada 2024 lalu, ketetapannya Rp49,09 miliar dari 804.732 SPPT. Jadi, kenaikannya hanya sekitar Rp729 juta, alias 1,48 persen. Bukan 300 persen seperti yang beredar,” tegas Ayu saat ditemui awak media, Sabtu, 16 Agustus 2025.
Ia menambahkan, kenaikan tersebut terjadi karena adanya pemutakhiran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah wilayah yang pertumbuhan ekonominya cukup tinggi. Selain itu, sejak 2024 lalu, Pemkab Blitar juga telah menjalankan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) untuk memperbarui data base perpajakan.
“Dengan SISMIOP, otomatis akan ada penyesuaian nilai ketetapan. Prinsipnya adalah azas keadilan. Warga yang wilayahnya berkembang pesat tentu nilai objek pajaknya berbeda dengan wilayah yang stagnan,” terang Ayu.
Meski begitu, Ayu menegaskan pemerintah daerah tidak serta-merta membebankan masyarakat. Pemkab Blitar telah menyiapkan stimulus bagi desa-desa yang mengalami pertumbuhan cepat agar kenaikan pajak tidak memberatkan warga.
“Kami memahami kondisi masyarakat. Karena itu, untuk desa-desa dengan pertumbuhan pesat, ada stimulus agar beban pajak tidak terlalu tinggi. Intinya, kewajiban pajak tetap adil dan proporsional,” ujarnya.
Isu soal pajak belakangan ini memang kerap menjadi perhatian publik, terutama ketika dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat sehari-hari. Bapenda pun berkomitmen meningkatkan sosialisasi dan edukasi agar masyarakat tidak mudah termakan isu yang tidak jelas kebenarannya.
“Kami akan terus sosialisasi supaya masyarakat bisa mendapatkan informasi komprehensif, bukan hanya dari potongan isu yang beredar. Kebenaran data harus disampaikan agar warga tidak terprovokasi,” pungkas Ayu.(*)