KETIK, SURABAYA – STIKES Katolik St. Vincentius a Paulo (STIKVINC) Surabaya menggagas program "Pemberdayaan Komunitas Sekolah sebagai Mitigasi Kekerasan dengan Metode Inisiasi Satgas Anti-Bullying dan Kekerasan Seksual" di SDK Santo Yusup, Tropodo, Kabupaten Sidoarjo.
Program tersebut merupakan bagian dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Tahun Anggaran 2025 lewat skema hibah Pemberdayaan Masyarakat Pemula (PMP) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dipimpin Veronica Silalahi, M.Kep., Ners, bersama Sisilia Indriasari Widianingtyas, M.Kep., Ners, dan Ignatius Heri Dwianto, SST.Ft., M.Kes, melibatkan seluruh unsur komunitas sekolah kepala sekolah, guru, siswa, hingga orang tua.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mewujudkan sekolah yang lebih aman, empatik, dan bebas kekerasan, dengan menekankan pentingnya pendidikan perlindungan anak sebagai bagian integral dari kesehatan jiwa dan karakter bangsa.
Kegiatan dimulai dengan sosialisasi dan penyadaran tentang berbagai bentuk kekerasan seksual dan perundungan (bullying). Peserta diajak memahami bahwa kekerasan tidak selalu tampak dalam bentuk fisik. Kekerasan verbal, psikologis, dan digital kini menjadi tantangan baru di era media sosial
"Kami ingin seluruh warga sekolah memahami bahwa anak-anak memiliki hak untuk belajar dalam suasana aman dan penuh kasih, tanpa takut dihakimi atau disakiti," ujar Veronica Silalah dalam keterangannya, Senin, 3 November 2025.
Setelah sesi penyadaran, kegiatan berlanjut dengan kampanye anti-bullying dan kekerasan seksual. Melalui penayangan video edukatif dan pemasangan poster di berbagai area sekolah, nilai-nilai empati, keberanian melapor, dan sikap saling menghormati disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.
“Saya jadi tahu kalau mengejek teman itu juga bisa menyakiti. Kita harus jadi teman yang baik,” ujar Angel, siswa kelas III.
Tidak hanya bagi siswa, STIKVINC juga menyelenggarakan pelatihan dan lokakarya bagi tim Satgas PPK, guru, siswa, dan orang tua. Materi pelatihan mencakup mekanisme pelaporan yang aman, strategi pendampingan korban, serta penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) perlindungan anak di sekolah.
Para peserta mendapat materi mengenali gejala kekerasan, mengelola emosi, serta mengembangkan pendekatan restoratif untuk pemulihan korban dan pelaku muda. Pendekatan ini menekankan pemulihan relasi sosial, bukan sekadar hukuman.
Kepala SDK Santo Yusup Tropodo, Isidora Iva Handayani menindaklanjuti pelatihan dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) pembentukan Satgas PPK. Tim satgas segera menyusun SOP pelaporan dan pendampingan korban, serta membuat mekanisme internal untuk menindaklanjuti aduan secara empatik dan rahasia.
“Guru, siswa, dan orang tua kini lebih paham cara mengenali dan menangani kasus kekerasan. Harapan kami, sekolah menjadi lingkungan yang benar-benar aman dan nyaman bagi anak-anak,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Scholastica Irene Ratri Primativa, Ketua Satgas PPK yang baru dibentuk. “Satgas ini penting agar anak-anak memahami arti bullying dan cara mencegahnya. Kami ingin menciptakan budaya saling menghormati di sekolah,” katanya.
Sementara itu, Renata, perwakilan orang tua siswa, menilai kegiatan ini sebagai momentum kebangkitan kesadaran bersama.
“Kami para orang tua jadi lebih paham bahwa perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga keluarga. Kami berharap program seperti ini terus berlanjut,” jelas Renata.(*)
