PT Magna Beatum Buka Suara: Pemprov Sumsel Biang Keladi Mangkraknya Pasar Cinde

25 Juni 2025 09:25 25 Jun 2025 09:25

Thumbnail PT Magna Beatum Buka Suara: Pemprov Sumsel Biang Keladi Mangkraknya Pasar Cinde
Rainmar Yosnaidi didampingi tim kuasa hukum menyampaikan klarifikasi penyebab mandeknya proyek Pasar Cinde dalam konferensi pers usai persidangan di PN Palembang. Selasa 24 Juni 2025 (Foto: M. Nanda/Ketik)

KETIK, PALEMBANG – Teka-teki di balik mangkraknya proyek revitalisasi Pasar Cinde di Palembang mulai terjawab. PT Magna Beatum, selaku pengembang, membantah keras tudingan bahwa mereka kabur atau menelantarkan proyek tersebut. Sebaliknya, mereka menuding pemutusan kontrak kerja secara sepihak oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sebagai penyebab utama terhentinya pembangunan yang telah berujung pada penyidikan Kejaksaan Tinggi.

Penjelasan ini disampaikan oleh Rainmar Yosnaidi (54), perwakilan PT Magna Beatum, melalui tim kuasa hukumnya yang dipimpin oleh advokat Kemas Ahmad Jauhari, usai sidang mediasi gugatan terhadap Pemprov Sumsel dan BPN di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Palembang pada Selasa 24 Juni 2025.

Menurut Rainmar, PT Magna Beatum sejak lama ingin mengklarifikasi kepada masyarakat, khususnya para konsumen Aldiron, bahwa mangkraknya Pasar Cinde sama sekali bukan keinginan mereka. Hal ini justru diakibatkan oleh pemutusan kontrak kerja sepihak oleh Pemprov Sumsel di masa transisi kepemimpinan Gubernur Herman Deru yang menggantikan Alex Noerdin.

Pemutusan ini dinilai tanpa alasan yang jelas dan tertuang dalam akta pemutusan bernomor 512/0520/BPKADI2022 yang diterbitkan Pemprov Sumsel pada 25 Februari 2022 dan ditandatangani oleh Gubernur H. Herman Deru.

"Kami jelas merasa ini sepihak dan tak beralasan. Kami telah menawarkan solusi dengan melanjutkan kembali pembangunan proyek tersebut, namun dijegal atau tak dindahkan oleh Pemerintah Provinsi Sumsel saat itu hingga sekarang. Padahal, kami menawarkan pembangunan lanjutan sebanyak 6 lantai agar dapat ditempati pedagang lama," jelas Rainmar.

la menegaskan, mangkraknya Pasar Cinde selama ini bukan kesalahan PT Magna Beatum sebagai pelaksana pembangunan dan pengelolaan, melainkan keinginan pihak Pemprov sendiri untuk menghentikan dan memutus kontrak kerja secara sepihak, sehingga pekerjaan revitalisasi tidak dapat dilanjutkan.

"Kita sudah berusaha melanjutkan, dan menawarkan solusi bersama agar pembangunan dapat berlanjut pasca-COVID. Namun, hal itu ditolak oleh Pemprov dan malah menerbitkan surat pemutusan kontrak kerja. Bahkan, owner kami beberapa kali menemui gubernur dan tidak juga menemukan solusi yang baik terkait Pasar Cinde ini," tambahnya.

Rainmar melalui pemberitaan ini juga menyampaikan agar para konsumen Aldiron bersabar. Dana mereka akan dikembalikan jika gugatan PT Magna Beatum atas Pemprov Sumsel dikabulkan oleh PN Palembang, mencakup uang pedagang maupun budget yang sudah dikeluarkan PT Magna Beatum untuk pembangunan Pasar Cinde.

Sidang gugatan perbuatan melawan hukum ini dipimpin oleh Majelis Hakim Fatimah, dengan anggota Agung Ciptoadi dan Sangkot Lumban Tobing.

Diketahui sebelumnya pada Maret 2016, PT Magna Beatum dan Pemprov Sumsel menyepakati Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah (BGS) untuk Pembangunan Kawasan Modern "Pasar Cinde". Proyek ini direncanakan tanpa menggunakan biaya APBD Sumsel, melainkan sepenuhnya dari PT Magna Beatum.

PT Magna Beatum juga telah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 575/Kelurahan 24 llir seluas 6540 M3, yang dikeluarkan BPN Kota Palembang pada Desember 2018. Menurut Jauhari, PT Magna Beatum telah merealisasikan pekerjaan sekitar 40 persen dengan biaya lebih dari Rp109,802 miliar.

Selain itu, PT Magna Beatum juga mengalami kerugian atas penjualan 219 lapak yang menjadi hak mereka. Penbeli lapak yang sudah membayar secara mencicil, dengan nilai antara Rp20 juta hingga Rp900 juta, mencapai lebih dari Rp43,933 miliar. Akibat mangkraknya pembangunan unit lapak, PT Magna Beatum mengalami kerugian tambahan sebesar lebih dari Rp167,978 juta.

Selama proses pengerjaan hingga mencapai 40%, PT Magna Beatum menghadapi berbagai rintangan, di antaranya: 

  1. Penetapan Pasar Cinde sebagai Cagar Budaya sesuai Keputusan Walikota Palembang pada Maret 2017. 
  2. Pembongkaran bangunan dan pondasi bangunan lama Pasar Cinde. 
  3. Penghentian aktivitas pekerjaan karena adanya persiapan dan pelaksanaan Asian Games. 
  4. Somasi dari Yayasan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam terkait batas lahan Cinde dengan kuburan keluarga Zuriat.
  5. Pandemi COVID-19.

 

Menurut Rainmar, keseluruhan tantangan tersebut telah disampaikan kepada Pemprov Sumsel (Tergugat I). Namun, pada bulan April 2023, PT Magna Beatum justru mendapatkan Surat dari Tergugat I terkait Pembenaran Sertifikat Hak Guna Bangunan secara sepihak.

"Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama, menimbulkan perbuatan yang merugikan Penggugat dalam bentuk pemutusan perjanjian secara sepihak," pungkas Jauhari, kuasa hukum PT Magna Beatum.

Dengan gugatan yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Palembang, PT Magna Beatum berharap ada kejelasan hukum serta pengembalian hak atas kerugian yang mereka alami. Di sisi lain masyarakat menanti kepastian nasib Pasar Cinde yang mangkrak selama bertahun-tahun, agar tak terus menjadi monumen dari proyek ambisius yang gagal diselesaikan.(*) 

Tombol Google News

Tags:

Tipikor kota palembang #korupsi Pasar cinde Pengadilan Negeri Palembang revitalisasi proyek mangkrak Pemprov Sumsel