KETIK, SURABAYA – Proses eksekusi rumah di Jalan Dr Soetomo nomor 55 Surabaya diwarnai aksi saling dorong antara kepolisian dan organisasi masyarakat (Ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Rumah tersebut milik mantan Wakil Panglima ABRI (Wapangab) Laksamana (Purn) Soebroto Joedono, yang ditempati sang anak bernama Tri Kumala Dewi.
Meskipun sempat ada pengadangan, juru sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tetap membacakan surat eksekusi bangunan.
Sejak pagi, kedua ormas dari Grib dan MAKI sudah berjaga di depan rumah yang akan dieksekusi. Ratusan massa berdiri menghalangi polisi yang hendak mengamankan jalannya proses eksekusi.
Sempat terjadi aksi dorong, namun polisi dari Sabhara dan Brimob serta Polisi Militer berhasil menguasai kawasan rumah yang akan dieksekusi. Sekitar pukul 10.00 WIB, juru sita PN Surabaya selesai membacakan surat eksekusi rumah di Jalan Dr Soetomo nomor 55 Surabaya.
Tim kuasa hukum dari Handoko Wibisono, pemohon eksekusi atas objek sengketa rumah di Jalan Dr Soetomo nomor 55 Surabaya, meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Kita berharap semua pihak menghormati proses hukum karena ini adalah pelaksanaan dari proses hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Aris Priyono, tim kuasa hukum Handoko Wibisono saat diwawancarai di lokasi, Kamis, 19 Juni 2025.
Aris meminta pihaknya tetap menghargai semua elemen, baik yang mendukung maupun yang menolak proses eksekusi. Ia menilai bahwa penyelesaian hukum harus tetap dijalankan sebagai bagian dari penegakan keadilan.
“Kita tetap hormati semua pihak, yang kontra pun kita hormati, itu hak mereka. Yang jelas pelaksanaan proses hukum harus dilaksanakan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua MAKI Jawa Timur, Heru Satrio, menyatakan bahwa organisasinya akan terus melakukan perlawanan terhadap eksekusi tersebut. Ia menilai proses ini tidak mencerminkan keadilan dan menduga adanya praktik mafia tanah dalam kasus tersebut.
“Kita akan terus melawan dan akan kita buktikan bahwa ada mafia tanah di balik ini,” ujarnya.
Heru menyebut, sekitar 500 anggota MAKI telah dikerahkan untuk mengawal aksi penolakan, dan jumlah tersebut disebutnya masih akan bertambah dengan kehadiran pendukung dari Grib dan organisasi lainnya.
Eksekusi yang direncanakan pada hari ini merupakan upaya ketiga yang dilakukan oleh PN Surabaya. Dua eksekusi sebelumnya, masing-masing pada 13 dan 27 Februari 2025, gagal dilaksanakan karena mendapat perlawanan dari pihak termohon eksekusi dan pendukungnya.
Dengan adanya proses eksekusi, polisi sempat menutup akses jalan Dr Soetomo. Kuli angkut dari Juru Sita PN Surabaya langsung mengangkat barang-barang yang ada di rumah untuk diangkat ke truk.
Situasi di sekitar lokasi masih terus dipantau aparat kepolisian dan keamanan untuk memastikan proses eksekusi berjalan sesuai aturan dan menghindari potensi benturan antara pihak pendukung dan penolak eksekusi.
Kasus ini bermula dari sengketa atas sebidang tanah seluas 589 meter persegu di Kelurahan Dr. Soetomo, Surabaya, yang berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 651 dimiliki oleh Dokter Hamzah Tedjasukmana.
Riwayat kepemilikan tanah tersebut tercatat sejak tahun 1972 dan berpindah tangan beberapa kali mulai dari Bouwn- en Handel Maatschappij Tjay Hian kepada Dokter Hamzah Tedjakusuma pada 19 September 1972. Dari Hamzah Tedjasukmana kepada Tina Hinderawati Tjoanda (12 September 1992). Dari Tina Hinderawati Tjoanda kepada Rudianto Santoso pada 17 Desember 2007.
Pada tahun 2022, pemohon eksekusi mengajukan gugatan perdata terhadap penghuni tanah, R.A. Tri Kumala Dewi, ke Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatan tersebut dikabulkan sebagian melalui putusan Nomor 391/Pdt.G/2022/PN.Sby tanggal 5 Desember 2022.
Putusan tersebut menyatakan bahwa pemohon adalah pemegang sah SHGB atas tanah sengketa dan menghukum Tergugat (R.A. Tri Kumala Dewi) untuk menyerahkan tanah tersebut dalam keadaan kosong serta membayar ganti rugi sebesar Rp5.400.000.000. Selain itu, dikenakan pula uang paksa (dwangsom) sebesar Rp250.000 per hari keterlambatan.
Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya melalui putusan Nomor 41/PDT/2023/PN.SBY tanggal 1 Februari 2023, dan upaya hukum selanjutnya dari termohon, baik kasasinya oleh Mahkamah Agung (Nomor 2649K/Pdt/2023 tanggal 31 Oktober 2023), dan permohonan peninjauan kembali juga ditolak oleh Mahkamah Agung RI (Nomor 1130 PK/Pdt/2024 tanggal 29 November 2024).
Dengan demikian, perkara ini telah selesai di seluruh tingkatan peradilan.
Meski putusan telah inkrah, eksekusi yang semestinya dilaksanakan pada 13 Februari dan 4 Juni 2025 sempat tertunda karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan, yang diduga kuat melibatkan tindakan premanisme.(*)