KETIK, BANGKALAN – Di perairan Pantai Tlangoh, Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan, deretan struktur beton berbentuk segi enam kini terpasang rapi di dasar laut.
Bagi sebagian orang, itu mungkin hanya benda mati.
Namun bagi masyarakat Tlangoh, hexa reef adalah simbol harapan akan alam yang pulih, ekonomi yang tumbuh, dan masa depan yang lebih layak.
Penanaman hexa reef menjadi bagian dari Program Pengembangan Wisata Pesisir Terintegrasi Pantai Pasir Putih Tlangoh yang digagas PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Program ini tidak sekadar menjawab persoalan abrasi, tetapi juga membuka jalan baru bagi kesejahteraan masyarakat pesisir.
Semua bermula pada 2022, ketika PHE WMO bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melakukan kajian pesisir. Hasilnya mengkhawatirkan.
Abrasi di Pantai Tlangoh tercatat mencapai tujuh meter per tahun, dipicu oleh kuatnya arus ombak serta aktivitas penambangan pasir ilegal.
“Berdasarkan studi tersebut, laju abrasi tergolong sangat tinggi dan berpotensi menghilangkan garis pantai dalam waktu singkat,” ujar Sigit Dwi Aryono, Senior Manager Regional Indonesia Timur PHE WMO. Jumat 26 Desember 2025.
Masalah tak berhenti di situ. Kawasan pesisir Tlangoh juga dibebani timbunan sampah yang mencapai 1.488 meter kubik per hari.
Kombinasi abrasi dan pencemaran ini membuat Desa Tlangoh kehilangan daya tarik wisata sekaligus peluang ekonomi yang seharusnya bisa tumbuh.
Menjawab persoalan tersebut, PHE WMO menerapkan konsep One Belt One Road (OBOR), sebuah strategi pemberdayaan pesisir yang menitikberatkan sinergi empat dimensi utama, lingkungan, pendidikan, ekonomi, dan sosial.
“Konsep ini dirancang agar program tidak berhenti pada konservasi, tetapi berlanjut pada peningkatan kualitas hidup masyarakat,” jelas Sigit.
Salah satu inovasi kunci dari program ini adalah hexa reef, struktur buatan berbentuk heksagonal yang ditanam di bawah laut sebagai pengendali abrasi.
Berbeda dengan pemecah ombak konvensional yang dipasang di bibir pantai, hexa reef bekerja dari dasar laut dengan memperlambat arus dan menahan pasir agar tidak terseret gelombang.
Hexa reef pertama ditanam pada 2023. Hingga kini, 390 ton hexa reef telah terpasang di perairan Pantai Tlangoh.
Hasilnya mulai terlihat nyata. Studi tahun 2025 menunjukkan terbentuknya sedimentasi atau akresi yang memperlebar bibir pantai.
Dalam rentang analisis data 2016–2025, segmen pantai tertentu mencatat tren akresi hingga lima meter.
Tak hanya efektif menahan abrasi, hexa reef juga menjelma menjadi rumah baru bagi ekosistem laut. Permukaan terumbu buatan ini telah ditumbuhi berbagai biota sesil, menandakan ekosistem yang mulai pulih.
Tercatat 20 spesies ikan karang hidup di sekitar hexa reef, terdiri dari 13 spesies ikan major dan tujuh spesies ikan target.
Kelimpahan ikan masing-masing mencapai 72,897 persen dan 27,103 persen, memudahkan nelayan setempat melaut tanpa harus pergi jauh ke tengah laut.
Keindahan bawah laut pun kian memikat. Karang lembaran (coral foliose) mendominasi dengan tutupan 10,44 persen, disusul karang massif (coral massive) sebesar 7,87 persen.
Sejak dipasang, seluruh hexa reef tetap dalam kondisi baik tanpa retak atau pecah.
Keberhasilan program ini tak lepas dari peran Kepala Desa Tlangoh, Kudrotul Hidayat, yang konsisten membangun kesadaran lingkungan warganya.
Ia menggagas pembentukan Kelompok Masyarakat Sadar Wisata (Pokdarwis) Tlangoh sebagai pengelola kawasan wisata.
“Berkat adanya hexa reef, rantai nilai ekonomi terbentuk. Pokdarwis bekerja sama dengan nelayan dan pelaku UMKM, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” ujar Kudrot.
Perubahan sosial pun tak terelakkan. Penetapan Pantai Pasir Putih Tlangoh sebagai destinasi wisata membuka lapangan kerja baru.
Sedikitnya 40 UMKM kini tumbuh di kawasan pantai, mulai dari kuliner, oleh-oleh, jasa wisata, hingga penyediaan lahan parkir.
Peluang ini bahkan membuat sejumlah mantan pekerja migran Indonesia memilih pulang dan membangun usaha di kampung halaman.
Tujuh anggota Pokdarwis Tlangoh tercatat merupakan mantan pekerja migran yang kini menggantungkan hidup dari sektor wisata lokal.
“Tanpa dukungan masyarakat, program ini tidak akan berhasil. Buat kami, mereka semua adalah hero tanpa jubah dan topeng dari Tlangoh,” tutur Zulfikar Akbar, General Manager Zona 11.
Di Pantai Tlangoh, hexa reef bukan sekadar struktur beton di dasar laut. Ia adalah bukti bahwa ketika alam dipulihkan dan masyarakat dilibatkan, harapan bisa ditanam dan kesejahteraan pun dapat dituai. (*)
