KETIK, SAMPANG – Sabtu sore, 14 Juni 2025, menjadi mimpi buruk bagi warga Desa Nyeloh, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang. Sebuah mobil pick-up yang mengangkut rombongan warga terguling dan terperosok ke jurang di kawasan Jembatan Somber, Desa Somber, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang.
Kecelakaan tunggal ini menelan satu korban jiwa dan dua lainnya luka-luka. Namun, tragedi ini bukan sekadar musibah lalu lintas, ini adalah potret kelalaian yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Jembatan yang menjadi lokasi kecelakaan diketahui sudah dalam kondisi rusak parah selama lima tahun terakhir. Lubang menganga, badan jalan yang bergelombang, serta minimnya penerangan menjadi “jebakan maut” bagi para pengguna jalan.
Warga setempat menyebut, insiden ini bukan kejadian pertama, melainkan puncak dari akumulasi pembiaran yang terlalu lama dilakukan Pemerintah Kabupaten Sampang.
Jeritan Warga, Tangisan Nyawa
Suara lantang terdengar dalam video amatir yang viral di media sosial sesaat setelah kejadian. "Ayo pemerintah bangun jalannya. Ini ada korban, pick-up terguling. Ayo bangun, segera bangun!" teriak seorang warga dengan nada emosional.
Jeritan itu bukan sekadar seruan spontan, tetapi akumulasi kemarahan yang tertahan oleh waktu dan pengabaian.
Mobil pick-up bernomor polisi W 8794 QC yang dikemudikan Holil (53), warga Desa Nyeloh, melaju dari arah utara menuju selatan. Saat melintasi jembatan yang menanjak, kendaraan kehilangan kendali akibat permukaan jalan yang licin dan rusak, lalu tergelincir dan terjun bebas ke jurang di sisi kanan jalan.
Kasi Humas Polres Sampang, Ipda Gama Rizaldi, membenarkan kejadian tersebut. "Akibat insiden itu, satu penumpang bernama Halimah (53) mengalami luka berat dan meninggal dunia di Puskesmas Tambelangan. Dua lainnya, Irodatul Masruroh dan Zizah, mengalami luka ringan," jelasnya.
Infrastruktur atau Jerat Nyawa?
Jalan penghubung antara Kecamatan Tambelangan dan Banyuates telah lama dikeluhkan warga. Tidak hanya rusak berat, tetapi juga seolah luput dari prioritas pembangunan. Padahal, jalan ini menjadi nadi penghubung masyarakat pedesaan dengan pusat-pusat aktivitas ekonomi.
“Jembatan itu sudah lima tahun lebih dibiarkan tanpa perbaikan. Bukan hanya rusak, tapi benar-benar runtuh,” ujar Mahdi, warga setempat. Ia menyayangkan lambannya respons Pemkab Sampang, bahkan dalam kondisi darurat sekalipun.
Kritik terhadap pemerintah pun menguat di media sosial. Beberapa warganet bahkan menyarankan perbaikan jalan dilakukan secara swadaya masyarakat. “Jangan nunggu Pemkab Sampang, kalau swadaya pasti bisa selesai,” tulis salah satu pengguna.
Pelanggaran Hak Konsumen dan Gagal Lindungi Nyawa
Rofi, seorang aktivis dari Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur menilai bahwa kondisi ini tak hanya persoalan infrastruktur, melainkan sudah menyentuh aspek hukum. Ia mengutip Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Pasal 4 huruf a dan c menyatakan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan layanan publik. Pemerintah sebagai penyedia layanan wajib melindungi hak tersebut," jelasnya.
Jika infrastruktur jalan yang rusak ini menyebabkan kematian, maka Pemkab Sampang bisa dinilai telah melakukan pelanggaran hukum.
Menurutnya, pemerintah tidak hanya abai, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip pelayanan dasar kepada rakyatnya. Jalan bukan sekadar sarana, tapi urat nadi kehidupan masyarakat.
Retorika vs Aksi Nyata
Desakan terhadap Bupati Sampang, Slamet Junaidi, bukanlah kali pertama. Namun hingga pertengahan 2025, tanda-tanda konkret perbaikan jalan belum juga terlihat. Di balik kabar duka ini, terdapat kritik tajam terhadap sistem birokrasi yang lamban dan tak peka. Warga tidak butuh janji manis atau sekadar survei lokasi. Mereka menuntut tindakan nyata.(*)