KETIK, DENPASAR – Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Bali resmi memasang papan nama baru dengan aksara Bali. Peresmian dilakukan oleh Konsul Jenderal Australia, Jo Stevens, bersama Gubernur Bali, Dr. Ir. Wayan Koster, Senin, 10 November 2025.
Pemasangan papan nama ini menjadikan Konsulat Jenderal Australia sebagai kantor diplomatik pertama di Bali yang menggunakan aksara Bali secara resmi berdampingan dengan aksara Latin. Langkah tersebut mendapat apresiasi luas karena menunjukkan bentuk penghormatan terhadap budaya lokal.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menjelaskan bahwa penggunaan aksara Bali pada papan nama kantor pemerintahan telah diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018. Regulasi tersebut mewajibkan penulisan aksara Bali di setiap papan nama instansi pemerintah di wilayah Bali.
“Biasanya gedung diplomatik tidak termasuk dalam aturan itu, namun keputusan Konsulat Australia ini patut diapresiasi karena menjadi contoh nyata penghargaan terhadap budaya Bali,” ujar Koster.
Sementara itu, Konsul Jenderal Australia, Jo Stevens, menegaskan bahwa langkah ini merupakan simbol persahabatan dan rasa hormat yang mendalam antara Australia dan Bali.
“Bali memiliki tempat istimewa di hati warga Australia. Banyak yang datang untuk menikmati keindahan alam dan budayanya. Dengan menambahkan aksara Bali di papan nama kami, kami ingin menunjukkan rasa hormat yang tulus terhadap masyarakat dan budaya Bali,” ungkap Stevens.
Ia menambahkan, keputusan tersebut juga menjadi bentuk dukungan simbolis terhadap upaya Pemerintah Provinsi Bali dalam menjaga dan mempromosikan warisan budaya daerah. “Kami sangat senang Gubernur Koster hadir langsung dalam peresmian ini. Australia akan terus menjadi sahabat dan mitra dekat bagi Bali,” tuturnya.
Acara peresmian papan nama baru itu juga dihadiri Wali Kota Denpasar, Kepala Dinas Pariwisata Bali, dan Kepala Dinas Kebudayaan Bali.
Dengan inisiatif ini, Konsulat Jenderal Australia di Bali tidak hanya memperkuat hubungan diplomatik antarnegara, tetapi juga memberikan teladan dalam pelestarian kearifan lokal di tengah era globalisasi. (*)
