KETIK, MALANG – Tidak banyak orang yang menjadikan kegagalan sebagai titik balik. Namun, bagi Halimi Zuhdy, dosen Humaniora yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Humaniora UIN Malang, nilai D yang pernah ia terima justru menjadi cambuk awal perubahannya.
Dari pengalaman itulah, ia kini terus menanamkan pesan pantang menyerah kepada mahasiswanya.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Halimi Zuhdy dikenal sebagai siswa yang selalu meraih peringkat pertama.
Prestasinya stabil hingga berlanjut ke jenjang perkuliahan. Namun semuanya berubah ketika ia menempuh studi S2.
Di tengah deretan nilai baik, sebuah nilai D menjadi tamparan keras sekaligus momen yang ia sebut penentu arah hidupnya.
“Nilai itu benar-benar mengubah hidup saya,” ujarnya, Rabu, 3 Desember 2025.
Sejak hari itu, ia memutuskan untuk merobek lembaran lama dan mengganti dengan lembaran baru yang dinamai "Halimi baru".
Ia tidak lagi berjalan biasa-biasa saja. Ia belajar lebih dalam, mencoba lebih banyak hal, dan menantang dirinya untuk berada di titik yang lebih baik daripada kemarin.
Hasilnya bukan hanya terlihat, tetapi luar biasa: lulus sebagai mahasiswa terbaik, mendapatkan beasiswa di King Saud University, Riyadh, dan diberi kesempatan melaksanakan umrah saat studi.
Bagi Halimi Zuhdy, pengalaman pahit itulah yang justru menumbuhkan rasa ingin terus bergerak. Kini, sebagai akademisi, sastrawan Islam modern, dan sosok yang dikenal sebagai “Bapak Santri Malang,” ia berusaha menerjemahkan perjalanan hidupnya menjadi energi yang menular kepada mahasiswa.
Dalam pesannya, ia menegaskan bahwa mahasiswa Humaniora, khususnya mahasiswa sastra, perlu menjadi pribadi yang kritis, mampu berpikir lebih dalam dari yang lain, dan memiliki target yang jelas sejak awal menjalani studi. Tanpa itu, mahasiswa mudah tersesat dalam rutinitas dan kehilangan arah.
“Berani mencoba, berani bergerak. Jangan menunggu semuanya sempurna,” pesannya tegas.
Di akhir wawancara, ia memberikan sebuah prinsip hidup yang selalu ia pegang dan ia wariskan kepada mahasiswa, yakni gerak adalah berkah.
Menurutnya, mahasiswa yang bergerak, mencoba, dan terus berproses akan selalu dipertemukan dengan jalan keberhasilan.
Dari nilai D hingga kursi Wakil Dekan, kisah Halimi Zuhdy menjadi bukti bahwa kegagalan bukan akhir, melainkan pintu awal menuju perjalanan yang jauh lebih besar.
Pesan-pesannya kini menjadi pengingat bahwa setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk sukses asal berani bergerak dan tidak berhenti belajar. (*)
