KETIK, YOGYAKARTA – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) resmi menaikkan status tiga orang saksi menjadi tersangka dalam dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pemberian Kredit Fiktif.
Kasus ini terjadi pada salah satu Unit Bank BUMN di Banguntapan Bantul, Branch Office Adisucipto Yogyakarta, dan meliputi jenis kredit KUR, KUPEDES, dan KUPRA selama periode 2020 hingga 2024.
Penetapan tersangka dilakukan pada Kamis 4 Desember 2025 setelah tim penyidik memastikan telah terpenuhinya minimal dua alat bukti yang sah.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Dodik Hermawan SH MH didampingi Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati DIY Bagus Kurnianto SH MH dan Kepala seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati DIY Herwatan SH membenarkan penetapan ini.
Dia menyampaikan bahwa dugaan kerugian keuangan negara mencapai Rp3.390.613.045. Jumlah kerugian lebih dari tiga miliar rupiah ini didapatkan dari laporan hasil pemeriksaan actual loss fraud.
"Pada hari ini, Tim penyidik tindak pidana khusus Kejati DIY telah menaikkan status tiga orang saksi menjadi tersangka. Ini didasarkan pada telah terpenuhinya minimal dua alat bukti yang sah dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Kredit Fiktif di salah satu Bank BUMN Unit Banguntapan," ujar Dodik Hermawan dalam keterangan pers.
Dodik Hermawan menjelaskan bahwa sebelum penetapan tersangka, tim jaksa penyidik telah melakukan pemeriksaan intensif terhadap 19 orang saksi, serta meminta keterangan dari tiga orang ahli, yaitu Ahli Hukum Pidana, Ahli Keuangan Negara, dan Ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, penyidik juga telah menyita 157 dokumen yang terkait dengan perkara tersebut.
Tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit fiktif pada Bank BUMN Unit Banguntapan, Yogyakarta (rompi merah) ditahan Kejati DIY, Kamis 4 Desekber 2025. (Foto: Dok Kejati DIY for Ketik.com)
Tiga tersangka yang telah ditetapkan dan langsung ditahan tersebut berinisial P A W (Pegawai Bank periode 2021 s/d 2023), S N S N (Pegawai Bank periode 2023 s/d 2024), dan S A P M (Agen Mitra UMI atau Ultra Mikro).
Untuk mempercepat proses pemeriksaan dan menghindari kemungkinan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, ketiganya telah dilakukan penahanan di Lapas Kelas II A Yogyakarta selama 20 hari, terhitung mulai hari ini, 4 Desember 2025 hingga 23 Desember 2025.
Modus operandi yang dilakukan para tersangka dimulai dari peran S A P M selaku Agen Mitra. Ia mencari dan mengumpulkan nasabah/debitur untuk mengajukan pinjaman, dengan cara meminjam KTP, KK, serta mencarikan Surat Keterangan Usaha yang terindikasi fiktif.
Dokumen-dokumen ini kemudian diserahkan kepada P A W dan S N S N untuk diproses kredit. Dengan sepengetahuan kedua pegawai bank tersebut, proses verifikasi lapangan dan wawancara nasabah didampingi serta diarahkan.
Setelah kredit disetujui dan dana masuk ke rekening masing-masing nasabah, S A P M mendatangi mereka, membantu membuat mobile banking, dan memindahkan dana kredit ke rekening sesuai keinginannya. Uang tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi S A P M.
Ketiga tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai pasal Primair.
Sementara itu, sebagai pasal Subsidair, mereka disangka melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dodik Hermawan menyebutkan bahwa meskipun tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, Tim Jaksa Penyidik Kejati DIY masih akan terus melakukan pengembangan kasus untuk mencari dan menemukan pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab dalam dugaan tindak pidana korupsi ini.
Sedangkan Kasi Penkum Kejati DIY Herwatan menambahkan bahwa penetapan tersangka atau tindakan hukum yang dilakukan tersebut merupakan kado Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati setiap tanggal 9 Desember dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. (*)
