KETIK, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Imron Amin melayangkan kecaman keras terhadap stasiun televisi TRANS7 terkait penayangan segmen dalam program Xpose Uncensored. Program tersebut dinilai menyudutkan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, serta Kiai Haji Anwar Manshur.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menilai, salah satu kalimat dalam tayangan tersebut merendahkan kehidupan di pesantren.
“Kalimat Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok? Bagi banyak kalangan, kalimat ini dianggap merendahkan kehidupan di pesantren dan memperolok simbol-simbol keagamaan yang dijunjung tinggi,” ujarnya, mengutip laman resmi DPR RI, Senin, 20 Oktober 2025.
Imron Amin mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengambil tindakan tegas.
“KPI tidak boleh tinggal diam. Hentikan programnya dan audit Trans7,” ujarnya.
Terkait permintaan maaf yang telah disampaikan oleh pihak TRANS7, Imron Amin, yang akrab disapa Ibong, menilai permintaan maaf tersebut belum cukup. Ia menegaskan bahwa Komisi I DPR, yang membidangi urusan penyiaran, akan segera meminta klarifikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta KPI atas insiden ini.
Ia khawatir tayangan tersebut dapat menimbulkan persepsi keliru terhadap peran besar kiai dan santri dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Imron kemudian mengingatkan kembali beberapa kontribusi penting kalangan pesantren dalam sejarah bangsa.
Ia mencontohkan peristiwa 10 November di Surabaya, di mana kiai dan santri menjadi kekuatan utama setelah KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad. Fatwa yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 ini, kata Imron, menyerukan umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian dari kewajiban jihad dan memberikan semangat spiritual yang mendalam bagi para pejuang.
Lebih lanjut, Imron memaparkan bahwa santri juga membentuk laskar rakyat seperti Hizbullah dan Sabilillah yang aktif dalam pertempuran di berbagai wilayah, termasuk Srondol dan Ambarawa. Ia juga menyebut tokoh pesantren seperti KH. Zainal Mustofa dari Tasikmalaya yang memimpin perlawanan bersenjata terhadap penjajah Jepang dan gugur sebagai pahlawan.
Selain peran militer, ia juga menggarisbawahi peran tokoh seperti KH. Wahid Hasyim dalam perumusan dasar negara. Tokoh-tokoh pesantren melalui organisasi massa seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah berhasil memobilisasi masyarakat untuk ikut dalam perjuangan kemerdekaan.
“Dari semua perjuangan yang saya jabarkan, apakah Trans7 sudah melupakan kiai dan santri terhadap perjuangan Kemerdekaan RI? Apakah pantas kiai dan santri dihinakan seperti itu?,” tegasnya.
Imron menekankan, peristiwa ini harus menjadi pembelajaran agar tidak terulang di masa mendatang. Semua pihak, terutama media, harus lebih menghormati simbol-simbol keagamaan dan menghargai sejarah perjuangan bangsa. (*)