KETIK, MALANG – Asosiasi Futsal Kota Malang (AFK Kota Malang) secara resmi mengakui kekalahan tim futsal putra mereka dari Kota Surabaya di laga final Porprov IX Jawa Timur yang berlangsung pada Jumat, 27 Juni 2025. Pengakuan ini disampaikan dengan menjunjung tinggi nilai sportivitas dan fairplay, sekaligus menolak tegas wacana juara bersama.
Ketua AFK Kota Malang, Rizal Ghoniem, menyatakan bahwa pihaknya meyakini sportivitas sejati adalah mengakui kemenangan dan kekalahan.
"Kami menolak jika ada wacana juara bersama karena kami percaya bahwa sportivitas sejati adalah mengakui kemenangan dan kekalahan," ujar Ghoniem mengutip keterangan resminya yang diunggah di akun Instagram Asosiasi Futsal Kota Malang pada Minggu, 29 Juni 2025.
Ia menambahkan, AFK Kota Malang menyampaikan rasa hormat dan respek kepada tim lawan.
"Kami sebagai AFK Kota Malang mengucapkan rasa hormat dan respek kepada tim lawan, dan kami bangga kepada pemain, pelatih, dan ofisial yang berjuang hingga final," lanjutnya.
Senada dengan Ghoniem, Manajer Futsal Kota Malang, Rahmad Yuwono, juga menegaskan pentingnya menjunjung tinggi nilai sportivitas dalam pertandingan tersebut. Ia mengungkapkan rasa bangga atas perjuangan para pemain yang telah berlatih berbulan-bulan untuk persiapan Porprov IX 2025.
"Segala upaya sudah diberikan para pemain saat bertanding melawan tim futsal putra Kota Surabaya walaupun hasilnya kami tertinggal dengan skor 2-0 dari Kota Surabaya. Pertandingan pastinya ada yang menang dan kalah, kami semua menerima kekalahan tersebut," ungkap Rahmad.
Kericuhan Warnai Laga Final Futsal Putra Porprov IX Jatim
Sebelumnya diberitakan, pertandingan final futsal putra Porprov IX Jatim di Graha Polinema pada Jumat, 27 Juni 2025, yang mempertemukan Kota Surabaya dan Kota Malang, berakhir ricuh. Ratusan pendukung Kota Malang yang hadir di tribun melakukan pelemparan berbagai benda, mulai dari botol plastik, puntung rokok, hingga korek api, ke arah lapangan pertandingan. Setidaknya ada dua insiden pelemparan yang memaksa wasit menunda pertandingan.
Kericuhan pertama terjadi beberapa detik setelah Surabaya menggandakan keunggulan di babak kedua (menit ke-27) dengan skor 2-0. Terjadi aksi pelemparan yang diduga dilakukan oleh suporter dari tribun penonton kepada pemain Surabaya, memaksa wasit menunda pertandingan selama beberapa menit hingga situasi dirasa mulai kondusif. Pihak keamanan dan panitia berupaya menenangkan suporter agar pertandingan bisa dilanjutkan.
Pertandingan kemudian dilanjutkan dengan waktu tersisa sekitar 12 menit. Namun, sekitar empat menit kemudian, terjadi pelanggaran keras yang dilakukan pemain Surabaya. Kejadian ini memicu reaksi suporter, dan pelemparan kembali terjadi. Situasi semakin tak terkendali, hingga wasit terpaksa menghentikan pertandingan final tersebut. Bahkan, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat yang hadir menonton laga tersebut memutuskan untuk bergegas meninggalkan Graha Polinema.(*)