KETIK, JAKARTA – Fortifikasi pangan menjadi salah satu solusi strategis dalam mengatasi permasalahan kekurangan gizi di masyarakat. Langkah ini terbukti cost-effective dan dapat diimplementasikan secara berkelanjutan, terutama untuk menjangkau kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, serta masyarakat berpenghasilan rendah.
Fortifikasi pangan adalah proses menambahkan zat gizi mikro seperti zat besi, vitamin A, yodium, asam folat, dan seng ke dalam makanan pokok seperti tepung terigu, minyak goreng, garam, dan beras.
Inisiatif ini bertujuan memastikan kebutuhan gizi harian masyarakat tercukupi, terutama dalam menghadapi tantangan stunting dan anemia yang masih tinggi di berbagai daerah di Indonesia.
Direktur Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) Dra Nina Sardjunani, MA menjelaskan hingga saat ini, data yang menggambarkan sejauh mana program ini telah memberikan efek dan dampak terhadap peningkatan konsumsi zat gizi mikro masih terbatas.
"Padahal penguatan program fortifikasi pangan diharapkan mampu menurunkan beban kekurangan gizi, meningkatkan produktivitas dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan berdaya saing tinggi,” ucap Dra Nina ditulis pada Minggu 29 Juni 2025.
KFI memahami pentingnya ketersediaan data yang memberi gambaran sesungguhnya pelaksanaan dan pencapaian program fortifikasi pangan.
Nina menjabarkan Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia atau KFI akan terus mendorong dan mendukung pemerintah untuk melaksanakan program fortifikasi pangan wajib.
Kegiatan diseminasi ini terkait profil konsumsi pangan fortifikasi wajib dan asupan zat gizi mikro di Indonesia yang disusun berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2023.
"KFI melakukan analisa terhadap data SUSENAS yang didukung oleh Bill and Melinda Gates Foundation, sehingga dapat memberikan gambaran tentang konsumsi pangan fortifikasi wajib serta kontribusi asupan zat gizi mikro dari konsumsi pangan fortifikasi wajib," paparnya.
Nina juga menerangkan, laporan ini menyajikan gambaran rinci mengenai tingkat konsumsi pangan fortifikasi wajib seperti garam beryodium, tepung terigu, dan minyak goreng sawit kemasan (MGS).
Ia mengaku, garam yodium, tepung terigu dan minyak goreng sawit sangat berkontribusi terhadap kecukupan zat gizi mikro masyarakat Indonesia.
“Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia atau KFI terus mendorong dan mendukung pemerintah untuk melaksanakan program fortifikasi pangan wajib. KFI ingin memberikan wawasan yang lebih komprehensif mengenai tingkat konsumsi pangan fortifikasi wajib di seluruh Indonesia, serta mengidentifikasi kesenjangan yang masih ada dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro di masyarakat,” tegas Nina.
Pihak KFI juga mengakui, tepung terigu yang sudah wajib melakukan fortifikasi sangat komited dan semua industri tepung terigu di Indonesia sudah menjalankannya.
Seperti yang dilakukan Bogasari sejak tahun 2001, setiap produk tepung terigu sudah dilengkapi dengan Vitamin A, Zat Besi, Vitamin B1, B2, B3, Vitamin D3, Zink dan Asam Folat.
Ditambahkan oleh Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franky Welirang menyebut dalam melakukan fortifikasi bagi Bogasari sudah menjadi komitmen untuk mengatasi masalah gizi bangsa.
"Ini bagian dari investasi sosial. Apalagi makanan berbahan tepung terigu sudah menjadi konsumsi utama ke-2 setelah beras,” kata Franciscus Welirang, selaku Ketua Dewan Pengawas Koalisi Fortifikasi Indonesia yang juga hadir dalam acara diseminasi.
Karena itu, pria yang akrab disapa Franky Welirang ini sangat mengapresiasi kegiatan diseminasi yang dilakukan oleh KFI.
Menurutnya, perlu terus dilakukan peningkatan intensitas edukasi tentang pentingnya pangan fortifikasi, dan meningkatkan akses serta ketersediaan pangan fortifikasi sampai ke pedesaan.
“Jadi jangan ragu – ragu untuk melakukan fortifikasi. Kami semua industri tepung terigu nasional sudah menjalankannya. Mari juga industri lain, yang memang wajib fortifikasi untuk berkomitmen menjalankannya," paparnya.
Franky juga menyebut biaya fortifikasi itu kecil ibarat pengeluaran satu puntung rokok. Tapi dampaknya sangat besar dan merupakan investasi sosial untuk kedepannya.
"Semakin maju Indonesia, semakin maju lagi industri kita,” pungkas Franky Welirang. (*)