Ciputra Film Festival 2025 Hadirkan Film Internasional, Rangkaian Hari Kedua Sukses Digelar

29 Mei 2025 06:30 29 Mei 2025 06:30

Thumbnail Ciputra Film Festival 2025 Hadirkan Film Internasional, Rangkaian Hari Kedua Sukses Digelar
Konferensi pers Ciputra Film Festival yang diselenggarakan pada 28 Mei 2025, di Atrium Mall Ciputra World Surabaya. (Foto: Ali Azhar D/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Ciputra Film Festival ke-4 (4th CFF) memasuki momentum penting dengan rangkaian acara hari kedua yang berlangsung meriah pada Rabu,28 Mei 2025 di Ciputra World Mall Surabaya.

Festival film bergengsi yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Media Universitas Ciputra Surabaya (FIKOM UC) ini berhasil menarik perhatian dunia perfilman internasional dengan mengangkat tema "Boundless" sebagai representasi kebebasan berekspresi tanpa batas bagi para sineas global.

Kegiatan hari kedua dibuka dengan Expert Session yang menghadirkan Edwin, sutradara ternama di balik karya-karya fenomenal seperti "Aruna dan Lidahnya", "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas", dan "Borderless Fog". Dalam sesi tersebut, Edwin membahas tantangan pembuatan film di era Artificial Intelligence (AI) yang semakin berkembang pesat, serta peluang pemanfaatan teknologi tersebut tanpa menghilangkan identitas autentik para sineas.

Momentum puncak hari kedua terjadi saat konferensi pers yang diselenggarakan di V-Atrium lantai 3 Ciputra World Mall Surabaya.

Acara tersebut menghadirkan empat narasumber kunci: Emma Regina Chandra selaku Direktur Festival 4th CFF, Yoga Mahendra Pratama selaku Pemenang Documentary Competition 3rd CFF, Wimar Herdanto selaku Kurator 4th CFF, dan Cosmas Gatot Haryono selaku Dekan FIKOM UC.

"Kami memilih tema Boundless karena CFF tahun ini memasuki ranah internasional yang sebelumnya nasional. Kami mendapatkan peserta film dari internasional, maka tema Boundless menjadi cerminan kebebasan. Selain itu, Boundless menjadi cerminan semangat dan visi kami untuk mendorong sineas mengekspresikan kreativitas mereka tanpa batas melalui wadah film," ungkap Emma saat menjelaskan filosofi pemilihan tema festival. 

Direktur festival tersebut juga menekankan komitmen CFF dalam mengangkat isu-isu yang kurang mendapat perhatian masyarakat. "Kami ingin mendorong penyuaraan isu-isu yang masih kurang terlihat di masyarakat, baik secara global maupun di Indonesia. Film-film kami sudah internasional, jadi banyak budaya yang belum terdengar dan kami ingin menyuarakan budaya tersebut," tambahnya.

Dekan FIKOM UC, Cosmas Gatot Haryono, mengungkapkan bahwa CFF merupakan integrasi antara pembelajaran akademis dengan praktik nyata. "Ini merupakan kegiatan yang kita bangun menjadi perkuliahan. Jadi ini bagian dari mata kuliah yang diimplementasikan dalam bentuk karya nyata berupa festival film," jelas Cosmas.

Cosmas menegaskan pentingnya pembelajaran praktis bagi mahasiswa Universitas Ciputra. "Di Universitas Ciputra, mahasiswa tidak hanya belajar konsep, tapi benar-benar riil praktik. Ini adalah praktikum dan laboratorium bagi teman-teman di event dan manajemen untuk mempraktikkan apa yang mereka dapatkan di kelas," lanjutnya.

Yoga Mahendra Pratama, pemenang Documentary Competition CFF 2024, membagikan pengalaman dampak positif dari kemenangannya. "Dampak yang saya rasakan bersama tim adalah cukup kaget bahwa anak SMK ternyata bisa memenangkan festival film. Teman-teman juga jadi lebih percaya diri untuk berkarya setelah melihat kita bisa mendapatkan juara," cerita Yoga.

 

Foto Foto Yoga Mahendra saat sesi doorstop setelah konferensi pers. (Foto: Ali Azhar D/Ketik.co.id)Yoga Mahendra saat sesi doorstop setelah konferensi pers. (Foto: Ali Azhar D/Ketik.co.id)

 

Film dokumenter Yoga mengangkat realitas sosial ekonomi masyarakat Madura. "Film ini dari keresahan kita semua, apalagi kita tahu orang Madura ke sini menguasai ekonomi, ada yang di makanan, toko, sampai besi tua yang omzetnya bisa ratusan juta," ungkap Yoga menjelaskan latar belakang karyanya.

Wimar Herdanto selaku kurator CFF mengungkapkan peningkatan signifikan partisipasi film internasional. "Ini tahun kedua saya jadi kurator. Yang pertama dua tahun lalu masih 300-an film, sekarang ada 1.600 film. Ini terobosan dalam festival film di Indonesia, terutama di kelas mahasiswa. Tidak banyak yang berani membuka internasional," ungkap Wimar.

Kurator berpengalaman tersebut menganalisis perbandingan kualitas film Indonesia dengan mancanegara. "Dari pengamatan film yang saya tonton, negara-negara yang punya sekolah film kuat seperti India, Iran, Brazil cukup banyak yang sampai. Film Indonesia yang masuk banyak dari mahasiswa dengan tema sangat beragam," jelasnya. (*) 

Tombol Google News

Tags:

Ciputra Film Festival CFF konferensi pers CFF 2025 Ciputra Film Festival 2025